Assalamualaikum Wr.Wb.
Dear My blog.
Kali ini aku ingin mengungkap sedikit kisahku, kisah hidupku. Aku menulis ini di tengah malam setelah berkali-kali membaca informasi yang ku dapat dari Internet mengenai kisahku ini. Aku mengungkap kisahku ini, tanpa sedikitpun niat menjadi mungkar, kufur, kafir, atau mendustakan Rasulullah SAW. Kisahku ini ku tulis secara subyektif, menurut apa yang aku jalani dan aku rasakan serta sepengetahuanku yang tidaklah banyak. Hal ini ku jelaskan, agar kalian para pembaca, para habib, ulama dan sayid/sayiddah yang berilmu aku yakini lebih dariku membenarkan atau memberi kritik yang membangun serta memaklumi aku yang awam ini dalam mengungkap masalah ini.
Sebenarnya, masalah ini telah lama mendera ku sebagai seorang wanita, namun tiada berdaya aku mengungkapkannya. Namun di malam ini aku merasa perlu menunjukan dan memberikan sedikit kisahku, membuang jauh-jauh label tabu pada masalahku ini. Mungkin banyak diantara kalian yang belum pernah mendengar atau mengetahui mengenai masalah yang akan ku bahas ini, karena mungkin masalah ini hanya hadir pada segelintir orang, atau terlintas pada pikiran beberapa ahli nasab dan agama.
Pernahkah kalian mendengar mengenai seorang Syarifah dan Sayyid?
Ya, bila kalian mengetahuinya tentu kalian telah mengetahui apa yang akan ku ceritakan ini. Syarifah adalah panggilan bagi anak cucu perempuan Rasulullah SAW, sedang Sayyid atau Syarif adalah panggilan bagi anak cucu laki-laki Rasulullah SAW. Aku, adalah salah satu syarifah (Atau setidaknya begitulah yang aku ketahui, dan ditanamkan kepadaku sejak kecil), aku terbiasa dengan identitas secara syarifah, yakni penyebutan 3 generasi ashobahku (atau biasa di kenal dengan Binti atau Bin).
Sungguh, aku tiada mendustakan kenikmatan menyanding gelar cucu Rasul. Kenikmatan yang begitu aku rasakan, tidak ku pungkiri pula adanya rasa kebanggaan dalam diri ini menyanding gelar syarifah ( dirumah biasa di panggil Wan Ifah ). Karena sedari kecil ku diperkenalkan dengan keutamaan-keutamaan menjadi anak cucu Rasul yang dicintai Allah SWT. Aku besar di keluarga ba'alwy, atau mungkin sebagian besar kalian mengenalnya sebagai keluarga arab (Sebenarnya tidak semua arab itu sayyid atau syarifah).
Kebahagiaan itu sampailah pada hari dimana aku menyadari aku telah beranjak dewasa, dari sinilah keluargaku mulai mendidikku sebagaimana mendidik seorang syarifah (katanya). Mulai dari mengawasi pergaulanku, tidak serta merta membebaskanku keluar rumah tanpa sebab, atau kah tidak mengijinkanku keluar dari rumah hanya untuk bermain dengan kawan-kawan sebayaku. Jangankan begitu, untuk keluar di malam hari saja rasanya haram bagiku.
Namun, ku akui keluarga ku tidaklah sepenuhnya salah. Justru aku bersyukur karena didikan inilah aku menyadari begitu indahnya wanita untuk dijaga. Baik lisan, kelakuan maupun fisiknya. Kala ayahku (baca: Abi / Abuyah) meninggalkan aku untuk menghadap Allah SWT, sepeninggal itu aku begitu menyadari didikan ayahku sangatlah berarti. Dengan penuh penyesalan, sampai dengan hari ini pun aku masih menyesal selama hidup ayahku aku selalu memberontak. Meskipun ku akui dalam pandanganku, tidak sepenuhnya benar mendidik seorang anak begitu kerasnya dan menghindarkannya dari dunia sosial dan pendidikan, namun over all pendidikan ayahku ini bertujuan menjagaku dari dunia luar karena aku adalah putri kecilnya yang sangat ia sayangi. Akulah syarifah satu-satunya dari nasabnya. Sehingga ia begitu ingin melindungiku.
Aku menyadari ayahku begitu mencintai aku sebagai putrinya saat aku teringat dibalik kerasnya ayahku mendidikku dan membedakanku dengan wanita-wanita lain sebayaku, ayahku selalu tanpa terkecuali menuruti keinginan dan mencukupi segala kebutuhanku baik itu penting maupun tidak penting, baik yang ku minta secara jujur maupun secara berbohong (Jangan salahkan saya, tiada dari kalian yang tidak pernah berbohong bukan?). Mohon ampun kepada Allah atas apa yang pernah saya lakukan.
Hingga kini saya berdiri,
Sepeninggal ayah, berdirilah aku dan ibuku (baca: Mama / Umma) serta kedua kakakku yang sibuk bukan main dengan pekerjaan dan kehidupan mereka masing-masing. Aku pun tiada menyalahkan, karena mereka laki-laki dan aku begitu pahamnya dengan kewajiban yang harus mereka emban. Namun bagaimana dengan aku? Aku masihlah anak remaja (ABG) yang masih sangat membutuhkan bimbingan, masih salah menentukan benar dan salah, hak dan bathil, atau yang aku butuhkan dan aku inginkan. Ibuku masih sibuk dengan segala masalah yang mendera sepeninggal ayah, tiada lagi sumber ekonomi untuk mencukupi kehidupan, warisan yang di perdebatkan dengan keluarga, perhitungan beberapa pinjaman yang belum sempat dibayarkan oleh ayah, serta masih banyak lagi.
Ibuku adalah wanita pribumi, seorang dari suku jawa. Tiada ia seorang syarifah kecuali dinikahi oleh ayahku yang sayyid. Sepeninggal ayah, maka kehidupan kami yang biasa berbaur dengan ba'alwy (kaum-kaum arab) pun berbeda, kami mulai jarang berbaur, apalagi fitnah-fitnah serta perdebatan warisan yang muncul membuat kami harus mengasingkan diri. Tidak berarti kami memutus silaturahmi, namun apalah artinya seorang pribumi seperti ibuku di mata mereka (ini kisah tersendiri). Wal hasil, sampailah pada keluarga kami yang jauh dari pergaulan sayyid dan sayyidah yang lain.
Hari demi hari berlalu,
Sampailah aku berlari di hari-hari itu dengan berbagai pesan dari tetuah-tetuah keluargaku mengenai Kafaah Syarifah. Adakah dari kalian yang pernah mendengarnya? Kafaah dalam bahasa indonesia berarti kesepadanan. Kafaah syarifah secara blak-blakan aku paparkan sebagai keharusan seorang syarifah menikah dengan kaumnya, yakni sayyid atau syarif. Sedang sayyid bebas menentukan pendamping hidupnya, karena ashabahnya kepada laki-laki kecuali Fatimah r.a. Anda nilai tidak adil? Nilailah sendiri.
Aku ini tidaklah berilmu pandai, tidak pula pintar mengatur kata. Mohon maafkanlah bila apa yang aku sampaikan secara subyektif ini ialah suatu salah besar.
Aku beranjak dewasa, dan kini sampailah di umurku yang telah berkepala dua. Maka tidaklah malu lagi bila di umurku ini aku dan keluargaku telah berfikir mengenai pendamping hidup. Namun aku di hadapkan pada keadaan ini, dan aku adalah seorang syarifah. Wajib bagiku (katanya) meneruskan nasab Rasul.
Sedang aku dan keluarga tiada mengenal laki-laki sayyid, apalagi mengetahui ahlak, kelakuan dan lain sebagainya darinya. Bilapun datang laki-laki sayyid melamar, entah apa yang akan ku jawab. Haruskah aku hanya melihatnya sebagai anak cucu Rasul? Sementara aku tidak sedikitpun tahu bagaimana dia beriman, berprilaku, bertaqwa. Pendidikan dan pekerjaan merupakan kriteria tersendiri dariku untuk memilih pendamping. Karenanya entah syaittan yang mendorong ku ataukah memang jalan suratan, aku tidak pernah mengenal satupun sayyid dalam hidupku secara personal, kecuali ia saudaraku sendiri dari ayah.
Aku kebingungan setengah mati di umurku yang mendekati kematangan ini, aku sungguh tiada mendustakan nikmat menjadi syarifah dengan segala keutamaan. Namun bagaimana aku harus melanjutkan hidup ini.
Seakan waktu mempertemukan,
Aku beberapa kali mengenal laki-laki akhwal secara personal, bahkan secara jujur aku katakan aku berpacaran dengan laki-laki akhwal hingga saat ini. Namun sekarang keraguan selalu menyergap setiap kali ku kembali mendengar kata syarifah (Sudah lama kata itu tidak ku dengar apalagi pembahasan mengenai kafaah syarifah ini dari keluarga, hingga kadang aku lupa aku ini seorang syarifah dengan segala kewajibannya). Ketakutan menyergapku dan menghantui dengan panasnya api neraka dan berpalingnya Ummi Fatimah dari pandanganku, serta hilangnya safa'at Rasul.
Namun, apalah daya ku.
Aku terlanjur jatuh hati pada laki-laki akhwal, yang ku nilai baik iman dan akhlaknya, bertaqwa, mampu membimbingku dan menyadarkanku. Apakah dengan gelar seorang Sayyid menjadikannya lebih baik dari akhwal biasa? berkali-kali kalimat ini berputar-putar di kepalaku ketika aku mulai membicarakan hal-hal serius dengan akhwal mengenai kelanjutan hubungan kami.
Apakah hukum bagi seorang syarifah menerima pinangan dari akhwal biasa?
Apakah hukum bagi laki-laki bukan sayyid menikahi syarifah?
Banyak sekali aku membaca mengenai pertanyaan diatas, karena ketakutanku akan banyak hal, serta yang utama ketakutanku membuat laki-laki yang menikahiku menjadi mungkar, kafir, dan lain sebagainya hanya karena mencintai aku dan menikahi aku sebagai sunnahnya menjalani agama. Ketakutanku, berlanjut dengan pernyataan tidak sahnya syarifah menikah dengan yang non sayyid, sedang niatku ingin menikah adalah menjauhkan diri dari perbuatan zina.
Aku pernah membaca,
Dibolehkannya seorang syarifah menikah dengan yang bukan sayyid asal syarifah itu dan walinya ridho, namun siapa wali disini? Akankah itu menjadi abangku (pengganti ayahku) ataukah itu semua dzuriyatt di dunia ini? Sedang, kita ketahui bersama bagaimana sulitnya menemui dan meminta izin menikahi seorang syafirah kepada seluruh dzuriyat di dunia ini (Bagaimana mungkin?)
Lalu bilakah itu hanya abangku, maka sedikit lega hatiku ini. Karena menurutku, keluarga intiku, yakni mama dan kakakku, tidaklah begitu mempersoalkan masalah kafaah syarifah ini. Namun bilakah itu seluruh Dzuriyat di dunia maka tidak lagi ada harapan bagiku kecuali itu menentang agama yang ku cintai.
Sungguh kebimbangan yang amat mendera ku.
Aku membaca Habib Mundzir dari Majelis Rasulullah SAW menulis, jumlah sayyidah/syarifah lebih banyak dibanding sayyid/syarif. Seorang syarifah memiliki tiga pilihan jalan hidup, yakni menikah dengan sayyid, bersedia di poligami oleh seorang sayyid atau menikah dengan yang bukan sayyid. Bagaimana pendapat anda mengenai ini? Jawablah dari hati masing-masing. Akan dikemanakan syarifah-syarifah yang tidak menemukan sayyid yang pas ataukah tidak bersedia di madu ini? Adakah tidak menikah itu lebih baik bila syarifah ini tidak bersedia di poligami atau tidak menemukan sayyid yang pas baginya? Sedang menikah adalah sunnah Rasul.
Dari hati kalian, yang membaca ini. Bagaimana aku harus melangkah?
Sedang menurutku,
Entah syaitan mana merasukiku, maafkan bila aku menyakiti hati para sayyid. Namun, aku ingin mengutarakan isi hati.
Mungkinkah aku ini tipe perempuan pembangkang takdir, bila ku ungkapkan kekesalan ku dengan kebebasan sayyid memilih wanita yang bukan syarifah? Sedang seorang syarifah dengan segala keterbatasan harus menikah dengan sayyid?
Lalu, bukankah semua orang sama yang membedakan hanya taqwa orang tersebut? Lalu apakan dia, sayyid, lebih baik taqwanya dari akhwal yang bertaqwa?
Mungkin tidak semua sayyid, banyak pula sayyid yang baik dan berpendidikan. Namun dari sekitaran keluargaku jarang sekali ku temui sayyid yang berpendidikan benar, berprilaku baik, dan bertaqwa dengan baik.
Sedang akhwal yang ku temui ini menurut aku secara subyektif baik iman, taqwa dan prilakunya. Berpendidikan dan dari keluarga akhwal yang baik pula. Pekerjaannya dan potensinya pun baik.
Ampuni aku ya Allah atas kelancanganku ini mengungkapkan kekesalanku.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Subhanallah, saya pun syarifah enggan tahu apa kewajiban syarifah yang sebenarnya, apakah saya juga seorang pembangkang, jujur saya pun mencintai seorang akhawal
BalasHapusPenulis Tafsir 'Al-Manar', Syeikh Muhammad Abduh, dalam menafsirkan ayat 84 Surah Al-An'am, antara lain mengatakan, bahawasanya Rasulullah s.a.w. pernah bersabda:
Hapus"Semua anak Adam bernasab kepada orang tua lelaki (ayah mereka), kecuali anak-anak Fatimah. Akulah ayah mereka dan akulah yang menurunkan mereka".
Hadist mengenai Kafa'ah Syarifah :
Dalam kitab Makarim al-Akhlaq terdapat hadits yang berbunyi :
إنما انا بشر مثلكم أتزوّج فيكم وأزوّجكم إلا فاطمة فإن تزويجها نزل من السّماء , ونظر رسول الله إلى أولاد علي وجعفر فقال بناتنا لبنينا وبنونا لبناتنا
‘Sesungguhnya aku hanya seorang manusia biasa yang kawin dengan kalian dan mengawinkan anak-anakku kepada kalian, kecuali perkawinan anakku Fathimah. Sesungguhnya perkawinan Fathimah adalah perintah yang diturunkan dari langit (telah ditentukan oleh Allah swt). Kemudian Rasulullah memandang kepada anak-anak Ali dan anak-anak Ja’far, dan beliau berkata : Anak-anak perempuan kami hanya menikah dengan anak-anak laki kami, dan anak-anak laki kami hanya menikah dengan anak-anak perempuan kami’.
Menurut hadits di atas dapat kita ketahui bahwa : Anak-anak perempuan kami (syarifah) menikah dengan anak-anak laki kami (sayid/syarif), begitu pula sebaliknya anak-anak laki kami (sayid/syarif) menikah dengan anak-anak perempuan kami (syarifah). Berdasarkan hadits ini jelaslah bahwa pelaksanaan kafa’ah yang dilakukan oleh para keluarga Alawiyin didasari oleh perbuatan rasul, yang dicontohkannya dalam menikahkan anak puterinya Fathimah dengan Ali bin Abi Thalib. Hal itu pula yang mendasari para keluarga Alawiyin menjaga anak puterinya untuk tetap menikah dengan laki-laki yang sekufu sampai saat ini.
Para ulama seperti Abu Hanifah, Imam Ahmad dan Imam Syafii dalam masalah kafa’ah sependapat dengan pendapat khalifah Umar bin Khattab yang mengatakan :
لأمنعن فزوج ذوات الأحساب إلا من الأكفاء
‘Aku melarang wanita-wanita dari keturunan mulia (syarifah) menikah dengan lelaki yang tidak setaraf dengannya’.
Menurut mazhab Syafii, Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal, seorang wanita keturunan Bani Hasyim, tidak boleh dikawini oleh seorang laki-laki dari selain keturunan mereka kecuali disetujui oleh wanita itu sendiri serta seluruh keluarga (wali-walinya). Bahkan menurut sebagian ulama mazhab Hambali, kalaupun mereka rela dan mengawinkannya dengan selain Bani Hasyim, maka mereka itu berdosa. Imam Ahmad bin Hanbal berkata :
‘Wanita keturunan mulia (syarifah) itu hak bagi seluruh walinya, baik yang dekat ataupun jauh. Jika salah seorang dari mereka tidak ridho di kawinkannya wanita tersebut dengan lelaki yang tidak sekufu’, maka ia berhak membatalkan. Bahwa wanita (syarifah) hak Allah, sekiranya seluruh wali dan wanita (syarifah) itu sendiri ridho menerima laki-laki yang tidak sekufu’, maka keridhaan mereka tidak sah’.
Assalamualaikum kalo mnurut sya bgini kalo memang ditakdirkan bkn dgn sayyjd lalu bagaimana sedangkan takdir itu ketetapan Allah dn ia syarifah ini ingin menikah jg degn akhwal yang baik akhlak dn agamanya kecuali dia mnikh dgn yg tdk berakhlak tp ini kn berakhlak dn takrdir itu ditgn Allah jika syarifh ini menikah dgn akhwal maka memang sudh jdohnya urusan yg lain melihat bagaimana itu urusannya wallahu a'lam kita g ad yg tau krna otak kita trbatas untuk mengetahui perkara gaib yg hnya Allah yg mengetahui dn kalau Allah yg menakdirkan syarifah ini menikah bkn dgn sayid masa rasul mau mnangis atau mrah sdang jdoh itu rahasia Allah maaf klo ad yg slah tp ini mnurut sya
HapusKok gk pernah denger ada dalilnya ya . Sepaham sya islam datang menghapus seluruh ikatan jahiliyah (termasuk mengunggul2kan keturunan) dan menggantinya dg ikatan aqidah islam. Dan dalam memilih pasangan, itu adalah baik dari sisi agama yg utama. Baik keturunan itu bonus
HapusSaya juga seorang syarifah dan nasib kita sama dluu pernah diposisi ituu tapi saya hanya memandang dr darah suci yg mngalir ditubuhnya sayyid sebab sayyid jahil lebih mulia dr ahwal yg alim. Yg dilihat bukan dr ketakwaan nya tp dr darah suci yg mngalir dr tubuhnya.
HapusIni bukan masalah ketakwaannya tp masalah kafaah atau kesekufuannya.
Apakah benar jal
HapusAsalamuallaikum
BalasHapusAssalamuallaikum,
BalasHapussaya juga seorang syarifah.. dan apa yg kamu ceritakan semua saya rasakan..
Beberapa hal dalam hidup ada yg merupakan karunia, ada pula yg merupakan pilihan. Dan sebagian diantara karunia tersebut adalah disambungkan nasab dgn baginda Nabi Muhammad SAW,dan seandainya orang mengetahui kemuliaan bersambung nasab tersebut,sungguh semua manusia pasti menginginkannya,ternyata Allah mengaruniakan hal itu pada sebagian orang,dan menjadikan ujian bagi sebagian lainnya,ujian untuk menghormati mencintai dan menghargai mereka sesuai dgn pesan Nabi untuk berbuat baik terhadap keluarganya. Diantara wujud rasa syukur dijadikannya kita sebagai dzuriat nabi adalah mencontoh Nabi sesuai kesanggupan kita,menjaga perasaan beliau,diantaranya dgn menjaga ketersambungan nasab beliau. Dan hal itu sudah menjadi ketetapan dr Allah Azza wa Jalla,tinggal kita mau menjaga atau tidak. Jikalau dikatakan banyak Sayyid yg tidak baik,sy rasa mungkin pendapat yg salah,hanya belum bertemu saja,dan jikalau bertemu dan berjodoh dgn yg tidak baik(semoga Allah menjauhkan dr takdir anda),sy rasa itu lebih baik dr pada melukai hati Rasulullah dan Sayyidah Fatimah ra,afwan kalau komentar sy keras,tp saya sedih membaca blog anda,dan sy lebih sedih lg jikalau yg bersedih itu Rasulullah dan Sayyidan Fatimah Azzahra,afwan
BalasHapusKesalahan semuanya ada di sayidnya yg menikah dengan selain sarifah.jadi kalo ada sarifah zuat sama ahwal itu sayidnya yg di salahkan
Hapusjodoh itu usaha,dan Allah SWT MH mngetahui hambanya yg berusaha pasti dikasihinya.
Hapuskeep spirit sis, find your way
BalasHapusAfuan ya ukhtie, aq jg Syarifah yg t'lahir dari kelg g mampu. Waktu aq msh kecil Alm.umik q prnh b'pesan, jgn smpai kalian menikah dg laki-2 slain dari golongan qt sndr. (SAYYID) sebab bila kalian sampai menikah dari golongan lain slain Sayyid, di yaumil mahsyar kelak kalian akan menyesal.
BalasHapus1.) kalian tdk bs b'kumpul dg kami kedua org tuamu.
2.) Rasulallah Saw dan Sayidatu fatimah r.a akan memalingkan wajahnya (tdk mau memandang wajah kalian)
3.) kedua org tuamu akan dimintai p'tgg jwbn'y di hadapan Allah dan Rasul.
(khususon ibu mu) krn tgg jwb s'org ibu t'hdp anak prmpuan'y sungguh tramat sngt berat di dunia dan akhirat memikul dosa ank2 prmpuan'y.
4.) Syarifah yg menikah dg akhwal wlw hidup'y didunia b'gelimang harta, namun tdk akan ada keberkahan dan akan Allah jadikan miskin di akherat.
Alenia 4, t'nyata mmg bnr, dari hsl survey yg aq tnyakan ke bbrp teman2 q syarifah yg nikah sm akhwal, mrk blg, g ada ketenangan batin wlw hdp kaya, suami sholeh dan b'akhlaq, adik q sndr nikah sm arab biasa smpe saat ini 18 th rmh tgga hdp'y slalu gelisah dan minder...
Saran q, sbaik'y km lakukan sholat tobat, hajat, tahajud dan istikhoroh slama 7 mlm b'trut2. Insya'Allah ada ptnjuk t'baik buat mu.
Amalkan Doa Nurbuwat dg ikhlas wa istiqomah stiap ba'da sholat Maghrib dan niat dlm hati apa hajatmu, mhn pd Allah agar dbr jodoh yg t'baik menurut Allah dari bangsa sndr, (SAYYID). Insya'Allah ga smpe 40 hr, bakal dtg jodoh mu dan klw sdh dtg, jgn ditolak krn itu pilihan Allah. Jgn lupa istikhoroh...
Smg b'manfaat ya wan ifah. :-)
ingatlah....pernyataan atau tafsiran yg dibuat ataubdipalsukan
Hapusbesar dosanya
Ajibb..benerrr benerr.. insyallag ada jalan buat wan ifah...
HapusAjibb..benerrr benerr.. insyallag ada jalan buat wan ifah...
HapusTepat sekali, setuju😃
HapusSaya juga seorang syarifah dan memang dri keluarga abi saya tidak mengijinkan. dan jujur saya bahkan sampai sembunyi sembunyi sampai saya bertemu dengan seorang sayyid marga alaydrus dan saya dibimbing beliau masyaallah jika memang ktentuan kita fah sesama ahlulbeit. Pasti ada jalan jika allah menakdirkan syarifah hak sayyid dan sayyid hak syarifah
HapusAssallamualaikum
BalasHapusMaaf, saya seorang akhwal yg mencoba mencari info utk menikah dg syarifah, dr sekian yg saya baca, apakah sebegitu hina nya seorang akhwal spt saya dihadapan sodara2 para klg habaib? Sedangkan yg saya tau ttg Islam adalah agama yg memberikan kedamaian Dan solusi dlm segala hal, mgkn saya tdk terlahir dalam klg Habaib, tp saya mempunyai keseriusan utk menikah dg syarifah, dan akan menjalani syarat yg akan diberikan klg, apakah saya msh dianggap salah? Apakah dg penentuan salah thdp pasangan spt tsb, trus dpt menjadikan para keturunan baginda rosul menjadi hakim utk pasangan tsb? Apakah hanya sisi negatif yg dpt diberikan kpd pasangan tsb? Kita sama sama diciptakan dr tanah Dan kembali k Tanah, dan yg saya tau baginda rosul tdk pernah berpaling thdp umatnya, beliau panutan umatnya, mohon pencerahannya utk kebingungan aku
Anda senasib dengan saya sahabat.... Klo Ada waktu mgkin kita bisa sharing... Berbagi pen gala man...
HapusYa, yg anda alami sama seperti halnya saya juga. dua kali berturut turut saya mencintai wanita yg notabene keturunan rosul (syariffah). ini kebetulan atau g saya serahkan saja sama allah. karena jodoh pun ditanggan allah swt.
Hapusbaiknya saling sharing berbagi pengalaman
Penulis Tafsir 'Al-Manar', Syeikh Muhammad Abduh, dalam menafsirkan ayat 84 Surah Al-An'am, antara lain mengatakan, bahawasanya Rasulullah s.a.w. pernah bersabda:
Hapus"Semua anak Adam bernasab kepada orang tua lelaki (ayah mereka), kecuali anak-anak Fatimah. Akulah ayah mereka dan akulah yang menurunkan mereka".
Hadist mengenai Kafa'ah Syarifah :
Dalam kitab Makarim al-Akhlaq terdapat hadits yang berbunyi :
إنما انا بشر مثلكم أتزوّج فيكم وأزوّجكم إلا فاطمة فإن تزويجها نزل من السّماء , ونظر رسول الله إلى أولاد علي وجعفر فقال بناتنا لبنينا وبنونا لبناتنا
‘Sesungguhnya aku hanya seorang manusia biasa yang kawin dengan kalian dan mengawinkan anak-anakku kepada kalian, kecuali perkawinan anakku Fathimah. Sesungguhnya perkawinan Fathimah adalah perintah yang diturunkan dari langit (telah ditentukan oleh Allah swt). Kemudian Rasulullah memandang kepada anak-anak Ali dan anak-anak Ja’far, dan beliau berkata : Anak-anak perempuan kami hanya menikah dengan anak-anak laki kami, dan anak-anak laki kami hanya menikah dengan anak-anak perempuan kami’.
Menurut hadits di atas dapat kita ketahui bahwa : Anak-anak perempuan kami (syarifah) menikah dengan anak-anak laki kami (sayid/syarif), begitu pula sebaliknya anak-anak laki kami (sayid/syarif) menikah dengan anak-anak perempuan kami (syarifah). Berdasarkan hadits ini jelaslah bahwa pelaksanaan kafa’ah yang dilakukan oleh para keluarga Alawiyin didasari oleh perbuatan rasul, yang dicontohkannya dalam menikahkan anak puterinya Fathimah dengan Ali bin Abi Thalib. Hal itu pula yang mendasari para keluarga Alawiyin menjaga anak puterinya untuk tetap menikah dengan laki-laki yang sekufu sampai saat ini.
Para ulama seperti Abu Hanifah, Imam Ahmad dan Imam Syafii dalam masalah kafa’ah sependapat dengan pendapat khalifah Umar bin Khattab yang mengatakan :
لأمنعن فزوج ذوات الأحساب إلا من الأكفاء
‘Aku melarang wanita-wanita dari keturunan mulia (syarifah) menikah dengan lelaki yang tidak setaraf dengannya’.
Menurut mazhab Syafii, Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal, seorang wanita keturunan Bani Hasyim, tidak boleh dikawini oleh seorang laki-laki dari selain keturunan mereka kecuali disetujui oleh wanita itu sendiri serta seluruh keluarga (wali-walinya). Bahkan menurut sebagian ulama mazhab Hambali, kalaupun mereka rela dan mengawinkannya dengan selain Bani Hasyim, maka mereka itu berdosa. Imam Ahmad bin Hanbal berkata :
‘Wanita keturunan mulia (syarifah) itu hak bagi seluruh walinya, baik yang dekat ataupun jauh. Jika salah seorang dari mereka tidak ridho di kawinkannya wanita tersebut dengan lelaki yang tidak sekufu’, maka ia berhak membatalkan. Bahwa wanita (syarifah) hak Allah, sekiranya seluruh wali dan wanita (syarifah) itu sendiri ridho menerima laki-laki yang tidak sekufu’, maka keridhaan mereka tidak sah’.
Anda senasib drngan saya, bisakah kita para korban sharing pengalaman?
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusBERIKAN DALIL-DALIL YANG SHOHIH DARI BAGINDA ROSULULLOH SAW MENGENAI SYARIFAH ATAUPUN SAYYID.
BalasHapusDAN JANGAN MENGADA-ADA.
Pen ketawa ni gw kalo ada org yg minta dalil begini
HapusPenulis Tafsir 'Al-Manar', Syeikh Muhammad Abduh, dalam menafsirkan ayat 84 Surah Al-An'am, antara lain mengatakan, bahawasanya Rasulullah s.a.w. pernah bersabda:
Hapus"Semua anak Adam bernasab kepada orang tua lelaki (ayah mereka), kecuali anak-anak Fatimah. Akulah ayah mereka dan akulah yang menurunkan mereka".
Hadist mengenai Kafa'ah Syarifah :
Dalam kitab Makarim al-Akhlaq terdapat hadits yang berbunyi :
إنما انا بشر مثلكم أتزوّج فيكم وأزوّجكم إلا فاطمة فإن تزويجها نزل من السّماء , ونظر رسول الله إلى أولاد علي وجعفر فقال بناتنا لبنينا وبنونا لبناتنا
‘Sesungguhnya aku hanya seorang manusia biasa yang kawin dengan kalian dan mengawinkan anak-anakku kepada kalian, kecuali perkawinan anakku Fathimah. Sesungguhnya perkawinan Fathimah adalah perintah yang diturunkan dari langit (telah ditentukan oleh Allah swt). Kemudian Rasulullah memandang kepada anak-anak Ali dan anak-anak Ja’far, dan beliau berkata : Anak-anak perempuan kami hanya menikah dengan anak-anak laki kami, dan anak-anak laki kami hanya menikah dengan anak-anak perempuan kami’.
Menurut hadits di atas dapat kita ketahui bahwa : Anak-anak perempuan kami (syarifah) menikah dengan anak-anak laki kami (sayid/syarif), begitu pula sebaliknya anak-anak laki kami (sayid/syarif) menikah dengan anak-anak perempuan kami (syarifah). Berdasarkan hadits ini jelaslah bahwa pelaksanaan kafa’ah yang dilakukan oleh para keluarga Alawiyin didasari oleh perbuatan rasul, yang dicontohkannya dalam menikahkan anak puterinya Fathimah dengan Ali bin Abi Thalib. Hal itu pula yang mendasari para keluarga Alawiyin menjaga anak puterinya untuk tetap menikah dengan laki-laki yang sekufu sampai saat ini.
Para ulama seperti Abu Hanifah, Imam Ahmad dan Imam Syafii dalam masalah kafa’ah sependapat dengan pendapat khalifah Umar bin Khattab yang mengatakan :
لأمنعن فزوج ذوات الأحساب إلا من الأكفاء
‘Aku melarang wanita-wanita dari keturunan mulia (syarifah) menikah dengan lelaki yang tidak setaraf dengannya’.
Menurut mazhab Syafii, Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal, seorang wanita keturunan Bani Hasyim, tidak boleh dikawini oleh seorang laki-laki dari selain keturunan mereka kecuali disetujui oleh wanita itu sendiri serta seluruh keluarga (wali-walinya). Bahkan menurut sebagian ulama mazhab Hambali, kalaupun mereka rela dan mengawinkannya dengan selain Bani Hasyim, maka mereka itu berdosa. Imam Ahmad bin Hanbal berkata :
‘Wanita keturunan mulia (syarifah) itu hak bagi seluruh walinya, baik yang dekat ataupun jauh. Jika salah seorang dari mereka tidak ridho di kawinkannya wanita tersebut dengan lelaki yang tidak sekufu’, maka ia berhak membatalkan. Bahwa wanita (syarifah) hak Allah, sekiranya seluruh wali dan wanita (syarifah) itu sendiri ridho menerima laki-laki yang tidak sekufu’, maka keridhaan mereka tidak sah’.
Assalamualaikum. .
BalasHapusshare pengalaman jg ya pah. Aga panjang.. tp moga bs jd semangatmu.. :)
afwan.. sy jg syarifah..
terus terang..saya juga termasuk org yg menantang pernyataan kalau syarifah harus nikah sm sayyid tapi itu DULU.
Keluarga saya campur aduk pah.. dr kalaangan abi, kuat sekali hukumnya dr kalangan ummi ya biasa2 saja pah.
Sedikit share pengalaman jg.. dulu sy pernah menjalin hubungan dg seorang akhwal baik, yah pokok mendekati sempurna lah.. kami sdh jalan 3 tahun.. backstreet.. lambat laun hubungan sy diketahui ortu sy. Dan dilarang keras! Sy gak hbs pikir apa salahnya ya?? Stlah itu sy bertemu seorang sayyid yg umurnya lebih muda dr saya, laki2 itu menceritakan ttg kafaah qta.. sedih sy mendengarnya. Ternyata sebegitunya ya.. Rasulullah saja menikahkan ummu fatimah tggu wahyu dr
Allah.. beliau menolak lamaran2 sebelumnnya tp ketika Ali bin abi thalib beliau langsung menerimanya. Sedangkan Ali bin abi thalib itu adalah sepupunya sndiri. Yah itu kutipan sebagian perbincangan sy dg sayyid muda tersebut.. blm lagi mndengar ummu fatimah menangis melihat kita yg menentang leluhur kita.. itu bikin sy tmbah deres nangisnya pah..
Setelah tau itu semua, sy putus pacar sy itu.. dan sy bawa sholat serta mminta ampun yah sekalian minta jodoh. Hehe..
pas malam bulan puasa, lupa saya tggl brp yg jlas ada peringatan malam lailatul Qadr, sy bertemu seorang sayyid luar daerah sy, yah hanya liat2an aja sih pah.. dan alhamdulillah sampe sekarang sy dekat dg nya.. awalnya sy tdk suka or biasa2 aja.. namun niat sy sdh bulat.. sy rasa sayyid itu baik dan itulah hadiah Allah utk sy..
pah.. serahkan semuanya sama Allah..kalo qta ikhlas, sy yakin ipah dapat sayyid yg baik2. Terus terang di daerah sy sayyid x jg nakal smua pah.. tp ya alhamdulillah.. Sy rasa sudah menemukan yg pas dg yg sy inginkan sekarang. Kalo masih ada sayyid yg baik, kenapa harus sm yg lain sayyid.. itulah maksud x rugi. Toh sy jg melirik keluarga yg lain, mereka serba ada, tp hancur jg ditengah2nya..berbeda dg org tua sy, selamat dan bahagia hingga sekarang padahal dulunya susah bgt pah.. susaah sekali hidupnya, sy anak pertama dan satu2x wanita yg menjadi saksi susahnya hdup mereka dulu..
wassalam.. :)
Sayidnye kalo nikah berkali kali cari yg kaya yg cantik.ama ahwal sarifahnye kasian
HapusGemes dengernye banyak yg nasehatin sarifah tapi sayidnye pd melenceng.
HapusIya betul..yg kayak gini ini harus bijak..jumlah syarifah lebih banyak drpada sayyid jadi udh deh selama ga dosa ga masalah
Hapusjumlah kaum syarifa yg lebih banyak kini dari kaum sayyid adalah menunjukkan tiga pilihan bagi mereka, tidak menikah, atau menikah dg poligami, atau menikah dg non sayyid.
BalasHapusmereka boleh memilih menurut kemampuannya masing masing.
namun repotnya masa kini para syarifah yg sudah bersuamikan sayyid tak mau suaminya berpoligami, dan pria sayyid yg sudah menikahpun tak mau poligami, lalu akan kemana putri putri Rasul saw ini?, dibiarkan mencari nafkah sendiri hingga wafatkah?, atau akan terulang pembunuhan bayi wanita karena sulitnya mencari suami dari sayyid?, tentunya tidak demikian,
disinilah kita mesti berluas hati dan sebagian ulama ahlulbait memperbolehkan menikah dg non sayyid asalkan ia yg menghendaki dan walinya.
Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga sukses dg segala cita cita, semoga dalam kebahagiaan selalu,
Saya akhwal apa ada hadiss sayidah fatimah akan menangis jika kita menikah dengan non sayyid bukankah ada hadis kita disuruh menerima lamaran seorang yg alim pintar agamanya jika tidak akan menimbulkan fitnah dan menjadi mala petaka di muka bumi .. tolong jelaskan kepada kami kaum akhwal
BalasHapusMaaf jika komentar saya menyinggung kaum sayyid .. tapii bukankah kita ini satu keturunan ? Kita cucu dari bapak yg sama nabi adam a.s dan siti hawa kenapa harus ada peraturan jngan menikahi non sayyid padahal nabi sendiri yg bilang tidak ada yg sempurna yg dimiliki orang arab .. jelaskan kepada kami
BalasHapusItu lah perbedaan sayyid dan syarifah, kalo yg lain anak cucu adam. Maka sayid dan syarifah anak cucu rasulullah. Kalo yg lain umatnya rosulullah sedangkan sayid dan syarifah adalah keluarganya rasulullah
HapusGa ada hadits nya sama sekali soti fathimah menangis..itu hanya karangan
HapusNgga usah repot. Dijalani. Kalo memang percaya anda Syarifah ya patuhi hukum yg berlaku pada golongan syarifah. Sebagaimana menganut Islam hrus mematuhi hukum Islam. masing2 punya konsekuensi. Adil atau tidak itu tergantung penilaian masing2
BalasHapusSaya jg seorang syarifah... dan apa yg anda rasakan sama dgn yg saya rasakan... apa salah klo kita mencari pembenaran? Yg saya tau tdk semua anak perembuan baginda Rasuk menikah dgn sayid, dan ank perempuan baginda Ali pu tdk menikah dgn sayid... kafaah ini sy rasa muncul dr pemikiran ahli fikh, ada 3 mazhab memang yg mensyaratkan kafaah dlm pernikahan, hanya imam maliki yg tdk... tp kesemuanya menjunjung bahwa agama, ketakwaanlah yg paling penting... selain itu saat ini para org2 yg ktnya ahlulbait skrg kebanyakan hanya berbangga dgn nasabnya, bahkan bbrp diantara mereka tdk lg menunaikan kewajiban spt halnya muslim yg lainnya krn menganggap nasab adalah segalanya... skrg sy balik bertanya bknkah sluruh umat Rasulullah yg beriman akan mendapatkan syafaat nantinya. Bahkan pesan Rasulullah yg trakhir : umati.umati.umati... skrg perbandingan sayid dan syarifah 1:3 blm lg sayidnya spt almarhum abi-nya Dhe, menikah dgn bkn syarifah... lalu mau diapakan lg syarifah2 ini???? Klo smua umat islam tau mengenai sistem "kasta" ini, sy yakin banyak yg akan marah, bahkan bs menjadi pemecah belah umat... wallahu'alam... maaf ini hanya hasil pemikiran sy yg awam... maafkan saya Ya Allah jika terlalu dlm membahasa masalah yg sy sendiri sangat awam... semoga kita smua diberi pencerahan... pengen bgt buat forum syarifah, spy kita smua bs tukar pikiran...
BalasHapusMaaf,,dalam islam itu ga ada yang namanya kasta,,yang membuat kasta ya manusia nya itu sendiri,manusia yang mana?manusia yang beragama,,beragama apa?agama islam,,jadi ada tuh kasta dalam islam,,sedangkan allah sebagai tuhan nya melarang rasism(qs al-hujurat 13),,jadi yang kalian patuhi allah,,atau manusia?jadi tuhan mu siapa?
Hapusowh ini toh maksudnya nama syarifah... Baru tau aq.
BalasHapusKalau Rosulallah saja pada saat sakarotul maut yang di ingat umatnya,,, trus pendapat darimana itu kalau syayid and syarifah akan dapat jaminan syafaat dari Rosulallah kelak di hari kiamat??
BalasHapusBaik Sayyid maupun syarifah mngambil nasab
BalasHapusbrdasarkn garis ayah-nya bkn ibu-nya
Penulis Tafsir 'Al-Manar', Syeikh Muhammad
Abduh, dalam menafsirkan ayat 84 Surah Al-
An'am, antara lain mengatakan, bahawasanya
Rasulullah s.a.w. pernah bersabda:
"Semua anak Adam bernasab kepada orang tua
lelaki (ayah mereka), kecuali anak-anak Fatimah.
Akulah ayah mereka dan akulah yang
menurunkan mereka".
Hadist mengenai Kafa'ah Syarifah :
Dalam kitab Makarim al-Akhlaq terdapat hadits
yang berbunyi :
ﺇﻧﻤﺎ ﺍﻧﺎ ﺑﺸﺮ ﻣﺜﻠﻜﻢ ﺃﺗﺰﻭﺝ ﻓﻴﻜﻢ ﻭﺃﺯﻭﺟﻜﻢ ﺇﻻ ﻓﺎﻃﻤﺔ ﻓﺈﻥ ﺗﺰﻭﻳﺠﻬﺎ ﻧﺰﻝ
ﻣﻦ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ , ﻭﻧﻈﺮ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻟﻰ ﺃﻭﻻﺩ ﻋﻠﻲ ﻭﺟﻌﻔﺮ ﻓﻘﺎﻝ ﺑﻨﺎﺗﻨﺎ ﻟﺒﻨﻴﻨﺎ
ﻭﺑﻨﻮﻧﺎ ﻟﺒﻨﺎﺗﻨﺎ
‘Sesungguhnya aku hanya seorang manusia biasa
yang kawin dengan kalian dan mengawinkan
anak-anakku kepada kalian, kecuali perkawinan
anakku Fathimah. Sesungguhnya perkawinan
Fathimah adalah perintah yang diturunkan dari
langit (telah ditentukan oleh Allah swt). Kemudian
Rasulullah memandang kepada anak-anak Ali dan
anak-anak Ja’far, dan beliau berkata : Anak-anak
perempuan kami hanya menikah dengan anak-
anak laki kami, dan anak-anak laki kami hanya
menikah dengan anak-anak perempuan kami’.
Menurut hadits di atas dapat kita ketahui bahwa :
Anak-anak perempuan kami (syarifah) menikah
dengan anak-anak laki kami (sayid/syarif), begitu
pula sebaliknya anak-anak laki kami (sayid/syarif)
menikah dengan anak-anak perempuan kami
(syarifah). Berdasarkan hadits ini jelaslah bahwa
pelaksanaan kafa’ah yang dilakukan oleh para
keluarga Alawiyin didasari oleh perbuatan rasul,
yang dicontohkannya dalam menikahkan anak
puterinya Fathimah dengan Ali bin Abi Thalib. Hal
itu pula yang mendasari para keluarga Alawiyin
menjaga anak puterinya untuk tetap menikah
dengan laki-laki yang sekufu sampai saat ini.
Para ulama seperti Abu Hanifah, Imam Ahmad
dan Imam Syafii dalam masalah kafa’ah
sependapat dengan pendapat khalifah Umar bin
Khattab yang mengatakan :
ﻷﻣﻨﻌﻦ ﻓﺰﻭﺝ ﺫﻭﺍﺕ ﺍﻷﺣﺴﺎﺏ ﺇﻻ ﻣﻦ ﺍﻷﻛﻔﺎﺀ
‘Aku melarang wanita-wanita dari keturunan
mulia (syarifah) menikah dengan lelaki yang tidak
setaraf dengannya’.
Menurut mazhab Syafii, Abu Hanifah dan Ahmad
bin Hanbal, seorang wanita keturunan Bani
Hasyim, tidak boleh dikawini oleh seorang laki-laki
dari selain keturunan mereka kecuali disetujui
oleh wanita itu sendiri serta seluruh keluarga
(wali-walinya). Bahkan menurut sebagian ulama
mazhab Hambali, kalaupun mereka rela dan
mengawinkannya dengan selain Bani Hasyim,
maka mereka itu berdosa. Imam Ahmad bin
Hanbal berkata :
‘Wanita keturunan mulia (syarifah) itu hak bagi
seluruh walinya, baik yang dekat ataupun jauh.
Jika salah seorang dari mereka tidak ridho di
kawinkannya wanita tersebut dengan lelaki yang
tidak sekufu’, maka ia berhak membatalkan.
Bahwa wanita (syarifah) hak Allah, sekiranya
seluruh wali dan wanita (syarifah) itu sendiri ridho
menerima laki-laki yang tidak sekufu’, maka
keridhaan mereka tidak sah
Setuju 😉
HapusSetuju 😉
HapusLalu bagaimana anak-ank laki kami yg menikah tdk dgn syarifah? Bukankah jga melanggar aturan? Walaupun nasab turun dari laki-laki dan jika memang diwajidbkan menjaga nasab mengapa sayyid bleh menikah dgn ahwal? Bantulah syarifah menjaga nasabnya agar menikah dengan sayyid jgn berat hnya pda syarifah, jgn suruh syarifah poligami krna poligami sungguh keikhlasan dlm hati, jika tidak ikhlas bukankah hnya akn mendatangkah mudarat?
Hapusklo dah jodoh gmn..? umur maut rejeki jodoh hanya allah yg tau, yg penting ahlak, klo sayid ga ada ahlak masa mau diterima...
BalasHapus@noviar.. Sitti fatimah tdak akan bersuami klu bukan Ali, dan Ali tdak beristri klu bukan fatimah.. Jadi klu km bilang jodoh, itu cuma jodoh yg Anda buat 2
BalasHapusBknkah jodoh itu salah satu takdir Allah, jika anda mengimaninya harus percaya dan menjalankannya.. Bukankah mempercayai takdir Allah merupakan Rukun iman?? Jika anda benar2 beriman maka anda harus merimah apapun yg menjadi keputusan Allah dgn seikhlasnya dan tidak membangkang..
HapusAfwan, mohon dimaafkan jika kata2 saya tidak berkenan sesungguhnya itu muncul dari diri sya sendri.
BalasHapus"BAHWA KALIAN WAHAI PARA SYARIFAH BUKAN BARANG MURAHAN DI
JALANAN DAN BUKAN WANITA RENDAHAN DAN MUSIMAN" (ALFAQIER)
ﺇﻋﺎﻧﺔ ﺍﻟﻄﺎﻟﺒﻴﻦ – )ﺝ / 3 ﺹ 377(
ﻓﺼﻞ ﻓﻲ ﺍﻟﻜﻔﺎﺀﺓ ﺃﻱ ﻓﻲ ﺑﻴﺎﻥ ﺧﺼﺎﻝ ﺍﻟﻜﻔﺎﺀﺓ ﺍﻟﻤﻌﺘﺒﺮﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﻟﺪﻓﻊ ﺍﻟﻌﺎﺭ ﻭﺍﻟﻀﺮﺭ . ﻭﻫﻲ ﻟﻐﺔ:
ﺍﻟﺘﺴﺎﻭﻱ ﻭﺍﻟﺘﻌﺎﺩﻝ. ﻭﺍﺻﻄﻼﺣﺎ ﺃﻣﺮ ﻳﻮﺟﺐ ﻋﺪﻣﻪ ﻋﺎﺭﺍ. ﻭﺿﺎﺑﻄﻬﺎ ﻣﺴﺎﻭﺍﺓ ﺍﻟﺰﻭﺝ ﻟﻠﺰﻭﺟﺔ ﻓﻲ ﻛﻤﺎﻝ ﺃﻭ
ﺧﺴﺔ ﻣﺎ ﻋﺪﺍ ﺍﻟﺴﻼﻣﺔ ﻣﻦ ﻋﻴﻮﺏ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ )ﻗﻮﻟﻪ: ﻭﻫﻲ( ﺃﻱ ﺍﻟﻜﻔﺎﺀﺓ. ﻭﻗﻮﻟﻪ ﻣﻌﺘﺒﺮﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﻻ ﻟﺼﺤﺘﻪ: ﺃﻱ
ﻏﺎﻟﺒﺎ، ﻓﻼ ﻳﻨﺎﻓﻲ ﺃﻧﻬﺎ ﻗﺪ ﺗﻌﺘﺒﺮ ﻟﻠﺼﺤﺔ، ﻛﻤﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﺘﺰﻭﻳﺞ ﺑﺎﻻﺟﺒﺎﺭ، ﻭﻋﺒﺎﺭﺓ ﺍﻟﺘﺤﻔﺔ: ﻭﻫﻲ ﻣﻌﺘﺒﺮﺓ ﻓﻲ
ﺍﻟﻨﻜﺎﺡ ﻻ ﻟﺼﺤﺘﻪ ﻣﻄﻠﻘﺎ ﺑﻞ ﺣﻴﺚ ﻻ ﺭﺿﺎ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻭﺣﺪﻫﺎ ﻓﻲ ﺟﺐ ﻭﻻ ﻋﻨﺔ ﻭﻣﻊ ﻭﻟﻴﻬﺎ ﺍﻻﻗﺮﺏ ﻓﻘﻂ ﻓﻴﻤﺎ
ﻋﺪﺍﻫﻤﺎ. ﺍﻩ. ﻭﻣﺜﻠﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﻬﺎﻳﺔ ﻭﻗﻮﻟﻪ ﺑﻞ ﺣﻴﺚ ﻻ ﺭﺿﺎ، ﻣﻘﺎﺑﻞ ﻗﻮﻟﻪ ﻻ ﻟﺼﺤﺘﻪ ﻣﻄﻠﻘﺎ، ﻓﻜﺄﻧﻪ ﻗﻴﻞ ﻻ ﺗﻌﺘﺒﺮ
ﻟﻠﺼﺤﺔ ﻋﻠﻰ ﺍﻻﻃﻼﻕ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﺗﻌﺘﺒﺮ ﺣﻴﺚ ﻻ ﺭﺿﺎ. ﺍﻩ. ﻉ ﺵ. )ﻭﺍﻟﺤﺎﺻﻞ( ﺍﻟﻜﻔﺎﺀﺓ ﺗﻌﺘﺒﺮ ﺷﺮﻁ ﻟﻠﺼﺤﺔ ﻋﻨﺪ
ﻋﺪﻡ ﺍﻟﺮﺿﺎ، ﻭﺇﻻ ﻓﻠﻴﺴﺖ ﺷﺮﻃﺎ ﻟﻬﺎ
Jadi intinya ialah Dalam I'anatut tholibin Kafaah :
>>Iffah (menjaga kesucian terhadap agama) Orang fasiq (terus menerus
berbuat dosa kecil atau pernah berbuat dosa besar) adalah tidak sekufu’
dengan orang yang adil.
>>Terbebas dari segala aib yang bisa menetapkan hak khiyar, seperti gila,
lepra, atau penyakit belang.
>>Merdeka/budak, Seorang budak tidak sekufu’ dengan orang yang
merdeka.
>>Nasab, Orang ‘ajam tidak sekufu’ dengan orang arab, orang arab yang
bukan kaum quraisy (golongan bani Hasyim dan Abdi Manaf) tidak
sekufu’ dengan orang quraisy dan selain keturunan dari sayyidatina
Fatimah (selain keturunan syd Hasan dan syd Husein) maka tidak sekufu’
kecuali dengan keturunan sayyidatina fatimah juga.
>>Hirfah (pekerjaan). Orang yang pekerjaannya rendahan seperti yang
berkaitan dengan najis (tukang bekam/cantuk, tukang sampah atau
tukang jagal) tidak sekufu’ dengan pedagang. Namun sebagian ulama’
tidaklah memandang pekerjaan sebagai salah satu faktor penetapan
kafaah...
Rosulillah bersabda " Turmudzi meriwayatkan sebuah hadits berasal dari
BalasHapusAbbas bin Abdul Mutthalib, ketika Rasulullah ditanya tentang kemuliaan
silsilah mereka, beliau menjawab:
ﺍﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺧﻠﻖ ﺍﻟﺨﻠﻖ ﻓﺠﻌﻠﻨﻲ ﻓﻲ ﺧﻴﺮﻫﻢ ﻣﻦ ﺧﻴﺮﻫﻢ ﻗﺮﻧﺎ ﺛﻢ ﺗﺨﻴﺮ ﺍﻟﻘﺒﺎﺋﻞ ﻓﺠﻌﻠﻨﻲ ﻣﻦ ﺧﻴﺮ ﻗﺒﻴﻠﺔ ﺛﻢ ﺗﺨﻴﺮ
ﺍﻟﺒﻴﻮﺕ ﻓﺠﻌﻠﻨﻲ ﻣﻦ ﺧﻴﺮﺑﻴﻮﺗﻬﻢ ﻓﺄﻧﺎ ﺧﻴﺮﻫﻢ ﻧﻔﺴﺎ ﻭ ﺧﻴﺮﻫﻢ ﺑﻴﺘﺎ
“Allah menciptakan manusia dan telah menciptakan diriku yang berasal
dari jenis kelompok manusia terbaik pada waktu yang terbaik. Kemudian
Allah menciptakan kabilah-kabilah terbaik, dan menjadikan diriku dari
kabilah yang terbaik. Lalu Allah menciptakan keluarga-keluarga terbaik
dan menjadikan diriku dari keluarga yang paling baik. Akulah orang yang
terbaik di kalangan mereka, baik dari segi pribadi maupun dari segi
silsilah“. ( HR.Muslim, Turmudzi dan lainnya
BalasHapusSedangkan hadits Rasulullah yang memberikan dasar pelaksanaan
kafa’ah syarifah adalah hadits tentang peristiwa pernikahan Siti Fathimah
dengan Ali bin Abi Thalib, sebagaimana kita telah ketahui bahwa mereka
berdua adalah manusia suci yang telah dinikahkan Rasulullah saw
berdasarkan wahyu Allah swt . Dalam kitab Makarim al-Akhlaq terdapat
hadits yang berbunyi:
ﺇﻧﻤﺎ ﺍﻧﺎ ﺑﺸﺮ ﻣﺜﻠﻜﻢ ﺃﺗﺰﻭﺝ ﻓﻴﻜﻢ ﻭﺃﺯﻭﺟﻜﻢ ﺇﻻ ﻓﺎﻃﻤﺔ ﻓﺈﻥ ﺗﺰﻭﻳﺠﻬﺎ ﻧﺰﻝ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ , ﻭﻧﻈﺮ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻟﻰ
ﺃﻭﻻﺩ ﻋﻠﻲ ﻭﺟﻌﻔﺮ ﻓﻘﺎﻝ ﺑﻨﺎﺗﻨﺎ ﻟﺒﻨﻴﻨﺎ ﻭﺑﻨﻮﻧﺎ ﻟﺒﻨﺎﺗﻨﺎ
“Sesungguhnya aku hanya seorang manusia biasa yang kawin dengan
kalian dan mengawinkan anak-anakku kepada kalian, kecuali perkawinan
anakku Fathimah. Sesungguhnya perkawinan Fathimah adalah perintah
yang diturunkan dari langit (telah ditentukan oleh Allah swt). Kemudian
Rasulullah memandang kepada anak-anak Ali dan anak-anak Ja’far, dan
beliau berkata : Anak-anak perempuan kami hanya menikah dengan
anak-anak laki kami, dan anak-anak laki kami hanya menikah dengan
anak-anak perempuan kami”.
Menurut hadits di atas dapat kita ketahui bahwa: Anak-anak perempuan
kami (syarifah) menikah dengan anak-anak laki kami (sayid/syarif), begitu
pula sebaliknya anak-anak laki kami (sayid/syarif) menikah dengan anak-
anak perempuan kami (syarifah). Berdasarkan hadits ini jelaslah bahwa
pelaksanaan kafa’ah yang dilakukan oleh para keluarga Alawiyin didasari
oleh perbuatan rasul, yang dicontohkannya dalam menikahkan anak
puterinya Fathimah dengan Ali bin Abi Thalib.
bismillahirohmanirrohim.
BalasHapus"Sesungguhnya dibalik kesulitan itu terdapat kemudahaan" "Sesungguhnya dibalik kesulitan itu terdapat kemudahaan".
ikutilah apa yang Rosululloh Sollolohu a'laihi wasalam. sabdakan dan ikutilah kata hatimu dan ikutilah kehendakmu dan pilihanmu. sesungguhnya alloh ta'ala dan rosulnya tidak pernah mempesulit hambanya.
wallohu a'lam biswab.
Assalamu'alaikum. Saya kira tiada perbedaan antara Sayyid dan Nonsayyid dimata Allah. Yang membedakan hanya ketaqwaannya saja. Jadi, menurut pendapat ulama yang terkuat adalah seorang Syarifah boleh menikah dengan nonsyarif. Tentunya atas dasar kerelaan keduanya. :)
BalasHapusAku setuju
BalasHapusmasih blum mau ngaku jg, ente ente apa gak takut kuwalat??
BalasHapusDiceritakan dalam kitab Syarah al-Wasith bahwa Umar bin Khattab akan menikahkan anak perempuannya kepada Salman al-Farisi, kemudian berita tersebut sampai kepada Amr bin Ash, dan beliau berkata kepada Salman : Saya lebih setara (sekufu’) dari pada engkau. Maka Salman berkata : Bergembiralah engkau. Dan selanjutnya dengan sikap tawadhu’ Salman berkata : Demi Allah, saya tidak akan menikah dengan dia selamanya.Ketika Salman al-Farisi hendak sholat bersama Jarir, salah satu sahabatnya yang berasal dari bangsa Arab, Salman dipersilahkan menjadi imam sholat, kemudian Salman al-Farisi berkata : ‘Tidak ! engkaulah yang harus menjadi imam. Wahai bangsa Arab, sesungguhnya kami tidak boleh mengimami kamu dalam sholat dan tidak boleh menikahi wanita-wanita kamu. Sesungguhnya Allah swt telah memelihara kamu atas kami disebabkan kemuliaan Muhammad saw yang telah diciptakan dari kalangan kamu’.Dalam riwayat lain dari Salman al-Farisi :نهانا رسول الله أن نتقدم أمامكم أو ننكح نساءكم‘Sesungguhnya Rasulullah telah melarang kami untuk memimpin (mengimami) kamu atau menikahi wanita-wanita kamu.”Dari hadits tersebut jelaslah bahwa di kalangan wanita Arab telah ada kafa’ah nasab dalam perkawinan. Hal tersebut dibuktikan oleh penolakan Salman al-Farisi yang berasal dari Persi (Ajam) ketika hendak dinikahkan dengan wanita Arab Syarifah. Jika dalam pernikahan wanita Arab Syarifah dengan lelaki non Arab Ahwal saja telah ada kafa’ah, apalagi halnya dengan kafa’ah dalam pernikahan antara syarifah dimana mereka adalah wanita Arab yang mempunyai kemuliaan dan keutamaan. Kemuliaan dan keutamaan yang didapatkan tersebut dikarenakan mereka adalah keturunan Rasulullah saw.Sedangkan hadits Rasulullah yang memberikan dasar pelaksanaan kafa’ah syarifah adalah hadits tentang peristiwa pernikahan Siti Fathimah dengan Ali bin Abi Thalib, sebagaimana kita telah ketahui bahwa mereka berdua adalah manusia suci yang telah dinikahkan Rasulullah saw berdasarkan wahyu Allah swt . Dalam kitab Makarim al-Akhlaq terdapat hadits yang berbunyi :إنما انا بشر مثلكم أتزوّج فيكم وأزوّجكم إلا فاطمة فإن تزويجها نزل من السّماء , ونظر رسول الله إلى أولاد علي وجعفر فقال بناتنا لبنينا وبنونا لبناتنا‘Sesungguhnya aku hanya seorang manusia biasa yang kawin dengan kalian dan mengawinkan anak-anakku kepada kalian, kecuali perkawinan anakku Fathimah. Sesungguhnya perkawinan Fathimah adalah perintah yang diturunkan dari langit (telah ditentukan oleh Allah swt). Kemudian Rasulullah memandang kepada anak-anak Ali dan anak-anak Ja’far, dan beliau berkata : Anak-anak perempuan kami hanya menikah dengan anak-anak laki kami, dan anak-anak laki kami hanya menikah dengan anak-anak perempuan kami’.Menurut hadits di atas dapat kita ketahui bahwa : Anak-anak perempuan kami (syarifah) menikah dengan anak-anak laki kami (sayid/syarif), begitu pula sebaliknya anak-anak laki kami (sayid/syarif) menikah dengan anak-anak perempuan kami (syarifah). Berdasarkan hadits ini jelaslah bahwa pelaksanaan kafa’ah yang dilakukan oleh para keluarga Alawiyin didasari oleh perbuatan rasul, yang dicontohkannya dalam menikahkan anak puterinya Fathimah dengan Ali bin Abi Thalib. Hal itu pula yang mendasari para keluarga Alawiyin menjaga anak puterinya untuk tetap menikah dengan laki-laki yang sekufu sampai saat ini.Di zaman Sayyid Umar Muhdhar bin Abdurahman al-Saqqaf, oleh para keluarga Alawiyin beliau diangkat menjadi ‘Naqib al-Alawiyin’ yang salah satu tugas khususnya adalah menjaga agar keluarga Alawiyin menikahkan putrinya dengan lelaki yang sekufu’. Mustahil jika ulama Alawiyin seperti Muhammad bin Ali al-Faqih al-Muqaddam, Syekh Abdurahman al-Saqqaf, Syekh Umar Muhdhar, Syekh Abu Bakar Sakran, Syekh Abdullah Alaydrus, Syekh Ali bin Abi Bakar Sakran dan lainnya, melaksanakan pernikahan yang sekufu’ antara syarifah dengan sayid hanya berdasarkan dan mengutamakan adat semata-mata dengan meninggalkan ajaran datuknya Rasulullah saw sebagai uswatun hasanah bagi umat, padahal mereka bukan saja mengetahui hal-hal yang zhohir tapi juga mengetahui hal-hal bathin yang didapat karena kedekatan mereka dengan Allah swt.
BalasHapusDiceritakan dalam kitab Syarah al-Wasith bahwa Umar bin Khattab akan menikahkan anak perempuannya kepada Salman al-Farisi, kemudian berita tersebut sampai kepada Amr bin Ash, dan beliau berkata kepada Salman : Saya lebih setara (sekufu’) dari pada engkau. Maka Salman berkata : Bergembiralah engkau. Dan selanjutnya dengan sikap tawadhu’ Salman berkata : Demi Allah, saya tidak akan menikah dengan dia selamanya.Ketika Salman al-Farisi hendak sholat bersama Jarir, salah satu sahabatnya yang berasal dari bangsa Arab, Salman dipersilahkan menjadi imam sholat, kemudian Salman al-Farisi berkata : ‘Tidak ! engkaulah yang harus menjadi imam. Wahai bangsa Arab, sesungguhnya kami tidak boleh mengimami kamu dalam sholat dan tidak boleh menikahi wanita-wanita kamu. Sesungguhnya Allah swt telah memelihara kamu atas kami disebabkan kemuliaan Muhammad saw yang telah diciptakan dari kalangan kamu.....
BalasHapus“Sesungguhnya aku hanya seorang manusia biasa yang kawin dengan
BalasHapuskalian dan mengawinkan anak-anakku kepada kalian, kecuali perkawinan
anakku Fathimah. Sesungguhnya perkawinan Fathimah adalah perintah
yang diturunkan dari langit (telah ditentukan oleh Allah swt). Kemudian
Rasulullah memandang kepada anak-anak Ali dan anak-anak Ja’far, dan
beliau berkata : Anak-anak perempuan kami hanya menikah dengan
anak-anak laki kami, dan anak-anak laki kami hanya menikah dengan
anak-anak perempuan kami”.
dalam hadist diatas Rasulullah mengawalinya dengan mengatakan bahwa beliau adalah manusia biasa, artinya beliau sadar betul bahwa yang beliau katakan itu adalah subjektifitas beliau sebagai manusia biasa, yg tdk menginginkan anak perempuan maupun keturunannya menikah dengan laki2 yg salah, apalagi beliau tau betul bagaimana kelakuan bangsa arab jahiliyah pada saat itu terhadap wanita. beliau sadar betul bahwa membutuhkan waktu yg cukup lama untuk memperbaiki tabiat bangsa arab pada masa itu, terutama dalam hal wanita dan perbudakan. makanya Rasulullah menaruh perhatian yg cukup besar pada perlindungan trhadap perempuan, bahkan diakhir hayatnya beliau masih sempat mengingatkan hal itu. jd marilah kt menyikapinya secara trbuka, kt bragama mencari kebaikan, supaya tidak kacau... jngn smpai kt malah mempertuhankan agama kemudian lupa bahwa kt adalah manusia yg sama2 diciptakan oleh Allah... buat yg punya blog ini... Semangap... :)
Apakah harim non arab (nonsyarifah) tidak diperbolehkan dekat/zuad dengan rejal arab (sayyid) ?
BalasHapusKatanya, kalau harim nonsyarifah sampai menikah dengan sayyid, nanti harim nonsyarifah tersebut akan dikucilkan dan tidak diakui oleh keluarga si sayyid? Dan yang dapat meredamkan/mendamaikan kontra tersebut adalah jika si harim nonsyarifah dapat hamil/memberikan keturunan/cucu kepada keluarga sayyid..
Apakah benar? Jika harim nonsyarifah tidak diperbolehkan dekat bahkan sampai zuad dengan sayyid?
assalamuallaikum...
BalasHapusSaya juga seorang syarifah dan saya menjalin hubungan dengan sayid selama 4 tahun dan berkali kali saya mencoba menjalin hubungan dengan sayid tapi apa yang saya dapat dari mereka yang saya dapat hanyalah sakit hati karena perbuatan dan akhlaknya yang mencerminkan seorang keuturunan. dan sekarang usia saya sudah 28 tahun tapi yang saya rasakan hanyalah trauma takut di sakitin dengan menjalin hubungan dengan sayid.
dan ketika saya menjalin hubungan dengan akhwal saya merasa kehidupan saya kembali, bahkan dia ingin menikahi saya.
dan saat ini saya tidak bisa memberikan keputusan apapun untuk sebuah pinangan ini. saya hanya bisa pasrah pada takdir allah swt.
saya juga merasakan apa yang kalian rasakan
Zuaj saja ga masalah. Bismillah.
HapusAssalamualaikum. Wr. Wb. Imam As-Syafi’I r.a khususnya sangat ketat dalam urusan kafa-ah. Karena Imam Syafi’I termasuk orang yang sangat peduli kepada istilah psikologi dan sosiologi. Maka kafa-ah ini sesuatu yang harus diperhatikan demi kelestarian dan kelanggengan pernikahan.
BalasHapusPerlu kami ingatkan dan kami himbau kepada semua yang punya nasab kepada Nabi SAW, yaitu para Habaib dan Syaraif, agar selalu menjaga putri-putrinya agar tidak menikah dengan orang yang bukan Syarif / bukan Sayyid. Dan ini adalah hak mereka untuk menjaganya. Dan tidak ada perlunya kita menengok kepada madzhab Imam Malik selagi masih mungkin dan bisa untuk menerapkan madzhab jumhur di dalam masalah ini. Bahkan para habaib yang tidak peduli dengan masalah ini dikhawatirkan telah berpaling dari kemuliaan nasab Nabi SAW. Yang berpaling dari Nabi SAW dikhawatirkan akan ditinggal oleh Nabi SAW. Wallahu a’lam bisshowab
Assalamualaikum. Wr. Wb. Imam As-Syafi’I r.a khususnya sangat ketat dalam urusan kafa-ah. Karena Imam Syafi’I termasuk orang yang sangat peduli kepada istilah psikologi dan sosiologi. Maka kafa-ah ini sesuatu yang harus diperhatikan demi kelestarian dan kelanggengan pernikahan.
BalasHapusPerlu kami ingatkan dan kami himbau kepada semua yang punya nasab kepada Nabi SAW, yaitu para Habaib dan Syaraif, agar selalu menjaga putri-putrinya agar tidak menikah dengan orang yang bukan Syarif / bukan Sayyid. Dan ini adalah hak mereka untuk menjaganya. Dan tidak ada perlunya kita menengok kepada madzhab Imam Malik selagi masih mungkin dan bisa untuk menerapkan madzhab jumhur di dalam masalah ini. Bahkan para habaib yang tidak peduli dengan masalah ini dikhawatirkan telah berpaling dari kemuliaan nasab Nabi SAW. Yang berpaling dari Nabi SAW dikhawatirkan akan ditinggal oleh Nabi SAW. Wallahu a’lam bisshowab
Assalamu'alaikum Syarifah
BalasHapusKasian ya para syarifah..... sementara para syarif nya bisa milih2 sesuka hati... Kasian Cucu Nabi yang Perempuan .... jadi kelihatan Siapa yang Egois....
BalasHapusMau ibadah (nikah) kok dihalang2i, tau gak mas siapa yang biasa menghalang2i hamba Allah untuk beribadah?, tau kan.. Ya cukup tau saja yaa.. Wkwkwkwk
BalasHapusMau ibadah (nikah) kok dihalang2i, tau gak mas siapa yang biasa menghalang2i hamba Allah untuk beribadah?, tau kan.. Ya cukup tau saja yaa.. Wkwkwkwk
BalasHapusSy juga syarifah ... di awal ayah dan ibu ku melarang dekat selain habib ...tp sekarang krn faktor umur yg kepala 3 ...ortu yg bilang "cepatan dah nikah sm yg kamu suka... heee ALHAMDULILLAH😊😊😊
BalasHapusSy juga syarifah ... di awal ayah dan ibu ku melarang dekat selain habib ...tp sekarang krn faktor umur yg kepala 3 ...ortu yg bilang "cepatan dah nikah sm yg kamu suka... heee ALHAMDULILLAH😊😊😊
BalasHapusSy juga syarifah ... di awal ayah dan ibu ku melarang dekat selain habib ...tp sekarang krn faktor umur yg kepala 3 ...ortu yg bilang "cepatan dah nikah sm yg kamu suka... heee ALHAMDULILLAH😊😊😊
BalasHapusSy juga syarifah ... di awal ayah dan ibu ku melarang dekat selain habib ...tp sekarang krn faktor umur yg kepala 3 ...ortu yg bilang "cepatan dah nikah sm yg kamu suka... heee ALHAMDULILLAH😊😊😊
BalasHapusMasalah ini sama seperti yg di alami adikku 😢
BalasHapusMintalah petunjuk dgn bertawassul ana doakan smg dapat jodoh yg terbaik allohumma solli ala muhammad wa ala ali muhammad
BalasHapusMintalah petunjuk dgn bertawassul ana doakan smg dapat jodoh yg terbaik allohumma solli ala muhammad wa ala ali muhammad
BalasHapusSedangkan saya rasakan. Pengen curhat. Boleh kali pemilik blog pm saya 😂
BalasHapussemoga kita diberikan yang terbaik
BalasHapus:')
BalasHapuskufu pernikahan itu penting, oke, tapi masalahnya yang bagaimana dulu? karena kalau bicara dari kepribadian, kelas ekonomi dan tingkat edukasi yang menjadi latar sosial seseorang untuk soal kekufuan maka hal ini sangat realistis dan masuk akal, tapi kalau garis keturunan apa urusannya dengan hal-hal tersebut?, garis keturunan tidak otomatis menjadikan anda alim, tidak otomatis menjadikan anda berduit, tidak otomatis menjadikan anda smart, karena itu semua datang dari usaha anda sendiri dong, dan bisa terjadi pada orang dg garis keturunan manapun.
BalasHapustidak dipungkri, tingkat edukasi dan kelas ekonomi itu paling menentukan latar sosial seseorang dari lingkungan serta pengalaman hidupnya.
Kawan saya org Malaysia yg berduit dan edukasinya tinggi (S2 Jerman), bisa dimengerti mengapa dia mampu memperistri seorang wanita dari Jerman yg notabene jelas dari negara yg secara pendidikan+ekonomi nya tinggi, karena mereka berdua berangkat dari latar dunia yang berkesesuaian, apalagi di era global skrg, disini jelas kufu nya kawan saya tsb kan. bukan masalah dari keturunan mereka berdua.
adalah lebih bisa di terima akal dan realistis bila saya lebih memilih putri saya utk menikah dg seorang muslim yang gemilang secara latar ekonomi dan edukasi nya, disamping kepribadiannya yang baik sebagaimana umumnya.. daripada dengan seseorang yang katakanlah dari latar etnik atau keturunan yang sama namun pendidikan dan ekonomi nya rendah, apa nya yang sekufu dari itu?, kufu itu penting, tapi garis keturunan adalah tidak relevan bagi kufu atau tidaknya seseorang.
dan mengenai adanya perbedaan-perbedaan suku dan bangsa, jika hal ini di maknai sebagai bentuk segregasi antar kelompok manusia maka pemahaman ini salah besar. Kita semua tahu manusia itu pada awalnya homogen, tidak heterogen. Berkembangnya suku dan bangsa bukan hal yang terjadi secara tiba-tiba bak mukjizat yang turun dari langit, namun itu terjadi karena proses alami keberanak-pinakan umat manusia yang dimulai dari arus migrasi sehingga manusia tersebar di penjuru dunia dan beradaptasi dengan kondisi serta lingkungan geografis tempat tinggal yang berdampak pada pembentukan fisik manusia, dan tidak cuma ini, namun juga di ikuti dengan KAWIN-MAWIN antar kelompok manusia. Kebhinekaan etnik dan bangsa di dunia ini tidak akan pernah ada kalau tidak terjadinya PERCAMPURAN etnik dan bangsa di masa silam juga, jadi pernikahan antara orang-orang beda ras/etnik yang sampai hari ini pun masih tetap eksis di kehidupan kita bukanlah hal yang abnormal, dalam panggung sejarah tidak ada manusia yang secara genom serta kultur nya "Pure". Proses interaksi kultural & genetika antar kelompok manusia sejak leluhur kita homo sapiens bermigrasi dari benua afrika sudah terjadi dari masa ke masa, jadi adalah naif untuk membatasi pergaulan dan pernikahan antar sesama manusia karena ras/etnik. Etnisitas atau bangsa itu pada dasarnya adalah penanda dan identifikasi asal kelompok leluhur tiap manusia, bukanlah hal determinis dan impersonal yang harus di implan dg segala cara ke dalam kehidupan tiap individu, karena perbedaan-perbedaan manusia melampui sekedar lintas etnik dan warna kulit.
Pendapat anda tidak salah tapi tidak benar juga... Zuriyah Rasulullah Saw mesti dipelihara... Ini kan beda kasus, jika kasusnya seperti ini nikahilah akhwal, tapi alangkah baiknya sayyid
Hapusaku mah orang jawa tinggal baca aja?pasrah ma takdir..kagum dengan kalian sayyid dan sarifah?iya... iri dengan kalian?iya... cuma berharap kapan kita bisa berbaur tanpa ras dalam bidang sosial,dalam agama ok saya takdzim.
BalasHapusAssalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh..
BalasHapusBismillah.. afwan sebelumnya, saya bukan sharifah, dan Alhamdulillah saya kenal dengan beberapa sharifah dan habaib, mungkin bisa dibilang sebgai santri yang ikut mengaji bersama disela-sela ksibukan kuliah,jadi kenal beberapa dari ahlulbait nya Rasulullah di lingkungan saya.
jika ada yang berdomisili di daerah pasar kliwon dan semanggi kidul surakarta
sejujurnya saya iri dengan kemuliaan sharifah sebagai penerus nasab Rasul, dan teman kajian yg ikhwan non sayyid juga ada yg menyatakan ingin bisa menikahi sharifah. saya pribadi tdk tau adanya larangan sharifah dg akhwal n keharusan seorang shrifah menikah dg sayyid. namun saya pribadi menganggap baik apa yg dinamakan kafaah dan sekufu bukan hanya orang arab dan keturunan Nabi saja yg melakukan pernikahan sekufu atau mencari yg sekufu, biasanya yg sekufu cenderung menciptakan rasa nyaman, minimalnya tidak merasa saling direndahkan dan dikucilkan. mungkin saya tdk mengalaminya,namun disini jika dilihat dari sudut pandang mencari pasangan, ada yg dari nasab, kecantikan, kekayaan dan agama. dan pilihlah yg baik agamanya, jika itu telah ada di semuanya pilihlah yg baik nasabnya.lebih baik bangun cinta di atas pernikahan bukan pernikahan di atas cinta.banyak sayyid yg baik akhlaknya, bukankah mereka keturunan Rasulullah, kmudian dg segala peraturan2 seperti itu tdk lantas membuat kita melanggar perintah Allah dg mendekati zina..
apa yg dibuat untuk menjaga kita perempuan , tdk hanya sharifah tp juga seluruh muslimah
kemudian untuk aturan yg kafaah nasab Nabi, jadikan itu semua sebagai sarana mencintai Nabi, tdk ingin buat Nabi kita kecewa dan yg mulia adalah menjaga garis keturunan Nabi
“TIDAK BERIMAN salah seorang dari kalian sehingga aku lebih dicintai daripada orang tuanya, anaknya dan seluruh manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Tidak berarti kita menyepelekan perasaan cinta pada dunia, keluarga dan orangtua. Tapi tidak boleh lebih mencintai dibanding cinta kepada Allah SWT dan Nabi. Karena Allah adalah Tuhan pencipta kita dan Nabi Muhammad adalah seseorang yang telah di utus Allah di jalan yang lurus. Sementara orang tua dan keluarga kita adalah manusia biasa yang tentu mungkin tidak sempurna dan punya salah. Kita bisa di bimbing maupun membimbing mereka, tapi tidak untuk berserah diri sepenuhnya karena Allah lah yang paling berkuasa atas segalanya, menentukan hidup kita dan menyelamatkan kita dari takdir buruk di kehidupan dunia akhirat.
Allahu A'lam
maafkan saya yg berkomentar seperti ini dan kurang memahami posisi mbak, tp yang mbak keluhkan bisa jadi merupakan apa yang diinginkan oranglain di luar sana yg dengan kecintaan dan ketaatannya kepada Allah dan Rasulullah
Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
salam kenal,
surakarta
bersama teman-teman
Darul Batul At-Thohiroh
Segitu mulianya kah SYARIFAH? Kenapa banyak.syarifah di indonesia ga berjilbab dan tutur bahasanya suka bilang bangsat2 . Sungguh ga sopan wkwkw
HapusBahkan bahasa panggilannya kpd sesama cuy2 kdang miris ketika mendengarnya, ga ngerti saya knp semua jdi rasisme dan fanantisme dgn yg namanya nasab/keturunan.. Bknkah ada pembolehan syarifah menikah kpd yg selain sayyid lalu knp harus dikekang dan diberat2kan sebegitunya. Dan disini jg saya merasa kasihan kpd para para sayyid yg trs di salahkan, pdhal dlam sabda Rasulullah wanita di pilih krn 4 perkara dgn harus diambil/pilih yg paling baik agamanya bkn keturunannya memang benar dan tidak dipungkiri lgi banyaknya Syarifah yg katanya dri keturunan yg mulia tpi tidak mencermikan akhlak dan agama para leluhurnya,,,, jadi jika dikatakan terputusnya nasab dari Syarifah krn kesalahan para sayyid jelas disini kesalahan besaaar
HapusJodoh itu Allah yg ngatur serta telah menjadi takdir dan gabisa kita semberangan aja menentangnya jika tidak ingin menjadi kufur dgn takdir Allaah merupakan salah satu yg wajib kita Imani.
HapusAssalamualaikum....
BalasHapusjika ayah saya sayyid dan ibu saya non syarifah terlebih lg mualaf, apakah saya masih dapat disebut syarifah? Terimakasih
Assalamualaikum....
BalasHapusjika ayah saya sayyid dan ibu saya non syarifah terlebih lg mualaf, apakah saya masih dapat disebut syarifah? Terimakasih
Ya, anti Syarifah, sbb kan mengambil nasab dari jalur ayah (laki2). Juga diliat asal nikahnyA. Nasab anti syarifah jika memenuhi syarat, ortu anti nikah setelah ibu anti muallaf, anti lahir sah dalam ikatan pernikahan yg sah secara islam (bukan -maaf!- ibu anti hamil duluan sebelum nikah).
Hapusharus dari jalur laki2 yah?
HapusNyimak,,,kalo dr jalur syarifah dapat syarifah pula gimana?
HapusGreat to see that someone still understand how to create an awesome blog.
BalasHapusThe blog is genuinely impressive in all aspects.
Great blog.
mgmdomino
subhanallah allah is give you hidayyah
BalasHapusSaya sendiri ngerasain..dan skrng menjalin hubungan sm syarifah :(
BalasHapussemoga di bukakan jalannya oleh Allah
BalasHapusMaaf sedikit memberi komentar, setau saya kalo memang tu ahwal nya soleh keimanan, pengetahuan serta wawasannya jg baik. maka ia tdk akan berani untuk menikahi syarifah karna ia tau keutamaan seorang syarifah yg di aliri darah suci sayyidah fatimah azzahra, tidak akan mau untuk memutuskan nasab dengan jid nya rasulullah. Dan biasanya para ustad, kyai yg ahwal akan melarang santrinya (yg orang ahwal) untuk jatuh hati kpd syarifah apalagi sampai berani untuk berniat menikahinya. Kalo ahwal yg faham ia tdk akan berani untuk menikahi syarifah dan bahkan iya akan membatu mencarikan sayid untuk syarifah itu.😃
BalasHapusMaaf sedikit memberi komentar, setau saya kalo memang tu ahwal nya soleh keimanan, pengetahuan serta wawasannya jg baik. maka ia tdk akan berani untuk menikahi syarifah karna ia tau keutamaan seorang syarifah yg di aliri darah suci sayyidah fatimah azzahra, tidak akan mau untuk memutuskan nasab dengan jid nya rasulullah. Dan biasanya para ustad, kyai yg ahwal akan melarang santrinya (yg orang ahwal) untuk jatuh hati kpd syarifah apalagi sampai berani untuk berniat menikahinya. Kalo ahwal yg faham ia tdk akan berani untuk menikahi syarifah dan bahkan iya akan membatu mencarikan sayid untuk syarifah itu.😃
BalasHapusya alloh.. ternyata ini sebabnya ya... banyak kyai NAHDHATUL ULAMA seperti kyai haji said aqil sirodj dan gus dur menolak dipanggil sayyid atau habib. rata-rata kyai NU keturunan rasulullah melalui sayyid ahmad al muhajir dan sayyid ali al uraidhi.
BalasHapushampir mayoritas kyai NU meyakini hadits ini : ان اكرمكم عند الله اتقاكم
tak ada yg salah meyakini hadits itu. karena rasulullah meninggalkan sunnah dan al quran untuk kita.
ya Allah,, ternyata bukan cuma aku yg merasa begitu :')
BalasHapusseakan semua yg kamu tulis sama persis dengan apa yg ingin aku utarakan
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapushttps://revealationofthetruths.blogspot.co.id/2012/08/pernikahan.html
BalasHapussyarifah dapat menikahi pribumi (ahwal)
Assalamualaikum kaa....
BalasHapusKaa kisah kita samaa... saya pun syarifah yang didik keras oleh keluarga sayaa... namun saat saya beranjak dewasa... apalag daya hati jatuh ketangan ahwal yang begitu baik,sopan dan mencintai sayaa... kami sudah menjalin hubungan lebih dari 3 tahun...
Setiap kali kenyataan menghampiri tentang ke syarifahan saya dan fakta bahwa kita akan berpisah seolah menyayat hati kami berdua...
Sementara perjuangan dan kerasnya hidup sudah kita lalu bersama... saling membantu dan saling menguatkan... sungguh tak terbayang di benak saya bagaimana pedihnya perpisahan kami kelak...
Saya dan dia hanya manusia biasa yang mengalami cinta... kami hanya ingin terus bersama dibawah naungan pernikahan yang halal dimata agama.
Kenapa itu menjadi sangat sulit dan pedih? Bukankah menikah,mencintai dan dicintai itu hak setiap orang??
Lantas kalau kami berpisah, bisakah saya iklas menerima kenyataan dan menikah dengan laki2 lain?? Sungguh rasanya tidak sanggup.
Tolong fikirkan dari hati nurani kalian. Mungkin banyak syarifah2 diluar sana yang tersakiti karna perpisahan dengan laki2 yang dicintainya....
Lantas jika pernikahan dimata kalian hanya untuk menuntaskan sunah rosul..
Bagaimana nasib hati para syarifah yang terluka??
Sungguh saya hanya manusia biasa yang ingin mencintai,dicintai dan hidup dengan pria pilihan hati.
Sya pun seorang syarifah.. Sya juga sedangkan menjalin hubungan dengan seorang akhwal..
HapusSemangat ifah,,,yang kita ibadahi,yang kita takuti,yang kita mohonkan pertolongan cuma allah,bukan manusia,,bukanjga perkataan nya,apalagi tafsiran nya,,,jangan takut ga nerima safaat,safaat jga atas izin allah,,
HapusSUBHANNALLAH.... Saya yg busta huruf ini mau sdkt ikutan. Nama saya.sayyid muhammad hatta albaity tinggal di parit 2 pangkat duri kecamatan memdahara Kabupaten tanjab Timur provinsi Jambi . kalo menurut ana. Yg bkn ktrn habib syukurlah dan jgn brkcl hati dan yg merasa keturunan habib atau habib ah jgn merasa sm ng.toh semuanya akan kembali kpd sang KHALIK. Ana tdk bini curhat bnyk krn ana tdk tahu apa2. Maaf kalo ana sih kalah. Bls ya? Wassalam
BalasHapusAssalamualaikum. Nama asli ana. sayyid Muhammad hatta albaity. Tinggal di dusun parit 2 pangkal duri kcmtn memdahara Kabupaten tanjab Timur provinsi Jambi. Mnrt ana semua ada zudriyatnya masing2. Sykrla itu. Sbnrnya ana jg ingin mencari orang syarifah tp blm tnt ana bs mendapatkannya. Apalagi skrg ini orang syarifah memandang fisik dan materi. Sedangkan ana hanya orang sederhana. Tp ana tdk pas asa. Mg aja ana bs berjodoh sama orang syarifah yg bs menerima ana apa adanya. Amiin.
BalasHapusAssalamualaikum
BalasHapusSya jga seorang syarifah dri kalimantan tengah kisah kita semua hampir sma, sya jga mencintai lelaki akhwal. Dia tulus mencintai saya walaupun dia tahu resiko nya menikahi seorang syarifah, keluarga lelaki itu semua nya menerima saya. Saya bingung dan sakit hati tatkala membaca nasehat2 yg menentang lelaki akhwal menikahi syarifah. Sampai saya berfikir tak apa saya tidak menikah dg siapapun didunia ini asalkan di akhirat saya dipertemukan dengan lelaki yang saya cintai itu.
Assalamualaikum, saya juga seorang syarifah dari kalimantan selatan, ibuku juga bukan seorang syarifah, ayahku menikah lagi (bukan syarifah juga) saat anak ayahku sudah ad 7 orang, mereka bercerai, kakaku yang pertama sudah menikah memiliki 3 istri (bukan syarifah semua) paman"ku juga memiliki banyaj istri hanya beberapa yg syarifah, dengan hal itu aku merasa takut menikah dengan sayyid karena aku tau aku tidakkan mampu jika harus dipoligami aku tidakkan bisa ikhlas dan rela, itulah sebabnya aku takut membangun rumah tangga disamping keluarga intiku yang hancur berantakan, sehingga ibukupun mengatakan untuk kami anak wanitanya tidaj menikah dengan sayyid karena beliaupun trauma, sekarang umurku 20tahun,ad seorang ahwal yg mencintaiku menjagaku seperti seorang ayah dan kakak, sangat mencintaiku hingga dia relan melepaskanku karena tidak mau kami susah di akhirat kelak sungguh lelaki sepertinya sangat bijak dalam mengambil keputusan cinta yg sebenarnya kerena rela berkorban demi Allah SWT, namun yg ad dalam pikiranku siapa yg bisa menjamin hal itu benar, bukankah "anak perempuan kami hanya akan menikah dengan anak laki-laki kami begitu pula sebaliknua anak laki-laki kami hanya akan menikah dengan anak perempuan kami" sesungguhnya sayyid haruslah menikah dengan syarifah jgn jadikan nasab turun pada laki-laki sebgai alasan agar bebas menentukan pilihan, seharusnya sayyid juga merasakan jika tidak bisa menikah dengan wanita yg dicintainya,memang benar jumlah wanita lbh banyak daripada laki-laki tapi tetaplah kalau itu tetap di pertahankan pasti syarifah akan menikah dengan sayyid juga,aku sungguh mencintainya dia memintaku untuk hanya mencintainya dalam doa sehingga kami akan bersama disurga, tapi siapa yg bisa menjamin jodoh? Bukankah jodoh Allah yang mengatur, masalah ini dirasakan oleh banyak syarifaj semoga kita melalui jalan yg benar ya ukhti
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusSama seperti sekarang yg saya rasakan :')
BalasHapusAfwan fillah ukhti.. syukron atas ulasaanya yang sangat bermanfaat, ana jga pernah merasakan yg namanya kegundahan atau yg sering d sebut galau utk masa skarang ini, tp seiring berjalan waktu, Alhamdulillah Allah kasih petunjuk, ini yg ana lakukan adalah berserah diri dan ikhlas apapun yg Allah tetapkan dlm hidup kita adalah yg terbaik, soal belum ktmu jodoh, lebih baik memperbaiki diri dan menyiapkan diri segera utk menikah, karena Allah akan mempersiapkan jdoh yg tbaik jika kita berusaha utk berubah mjd lebih baik... Soal nasab/kafa'ah, kita ikhtiar sama Allah, jika memang ingin yg sesama nasab, atau ikhlas, minta sama Allah yg sesama nasab dan jga jdoh yg terbaik sesuai dg pilihannya, tp jika tdk sesama nasab, atau jodoh yg dtg tdk sesuai, percayalah dan kembalikan ke firman Allah : jodoh yg baik akan di pertemukan dg yg baik, begitu pula sebaliknya.. Asalkan niatnya karena Allah ya, bukan yg lain2.. Semua berasal dri niat, niat yg slah /duniawi saja, maka akan mendatangkan kemudharatan dlm rumah tga, jika niatnya utk ibadah semata2 karena Allah, insyaAllah Allah akan beri keberkahan dlm rumah tangga tsb.. Afwan jiddan.. jika ana slah kata, syukron ☺
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Hapussaya laki - laki dari suku sunda...walau keluarga kami bernasab ke syarif Hidayatullah ( azmatkhan )...saya tidak pernah merasa istimewa...malah lebih merasa paling banyak dosa di banding akhwal...saya akui pernah dekat dengan seorang syarifah...tapi pada akhirnya saya memilih mundur walau pada dasarnya kami sekufu dari nasab,,,karena saya serahkan semua urusan termasuk jodoh kepada Allah... saya " istikharoh " dan Allah tidak mengizinkan kami...akhirnya saya menikah dengan akhwal itupun setelah ber istikharoh....saya sarankan " ukhty " sayiddah ber istikharoh juga...kita manusia hanya bisa berencana,hanya Allah lah yg berkuasa menentukan segala...aamiin
BalasHapusAne setuju sama nte feh. Kisah nte persis seperti ane. Sangat menyakitkan ketika mereka (para sayyid) bilang bahwa bagi syarifah menikah dengan ahwal itu dilarang. Dan mencintai itu terbatas. Tak bebas. Terkadang ane menangis ketika mengingat permasalahan ini. Karena ane sendiri merasa, apalah daya ane yg telah mencintai laki2 ahwal yg tulus mencintai ane dan jg ingin menikahi ane. Ane bakal perjuangin kebahagiaan ane walau pedih yg didapat. Ane sbg syarifah jg punya hak. Ini bukan soal keturunan ataupun nasab. Tapi ini soal hukum agama. Hanya keutamaan agama, ilmu dan akhlaq mengalahkan setiap nasab dan segenap keutamaan yang selainnya. Selama itu halal, apa yg salah dan ap yg tdk mungkin jika syarifah ingin menikah dengan ahwal. Ane sbg syarifah juga punya hak utk memilih dan hidup bersama pria yg ane cintai. Tidak ada yg mewajibkan syarifah harus menikah dgn sayyid. Itu tak ada. Ane sendiri tak pernah mendengar ataupun mendapati hadist bahwa Sayyidatina Fatimah menangis ketika melihat syarifah menikah dengan ahwal. Sehina itukah ahwal dimata para ahlulbait, sehingga melarang anak cucu perempuanny menikah dgn selain sayyid. Nabi sendiri tidak membeda2 kan umatnya, llu ap yg harus dibanggakan dari nasab dan keturunan nabi klo akhlaqnya saja msh lebih baik para ahwal? Mf mungkin perkataan ane ini sgt lancang. Tp ane hny mengungkapkan kekesalalan, kekecewaan dan dgn yg ane rasakan. Itu saja.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusMembahas ini sama aja dengan membahas keturunan Raja menikah dgn yg bukan darah biru (bukan keturunan raja), disisi Alloh yg paling mulia ialah yg paling taqwa, tapi menjaga kafa ah adalah suatu keutamaan yg butuh perjuangan dari seorang syarifah, pada dasarnya nabi memanggil kita sebagai anak keturunan nabi Adam yg membedakan adalah nabi Muhammad itu imamnya para nabi dan rasul
BalasHapusAssalamualikum,
BalasHapusDr kecil sy dibersarkan dengan keluarga yg netral ,
Kakek saya meninggal saat saya masih kecil, sedangkan klga sy banyak yg menikah dengan non sayyid melaikan dgn syeh,
Sampai skrng sy tdk pernah diberatkan harus menikah dengan siapa,
Tetapi sy yakin didalam hati abi/ ingin yg terbaik bagi anaknya,
Usia sy udah mencapai 21taun, tp sy memilih untuk menunggu sampai Allah mendatangkan seorang sayyid yg tepat dan sesuai dengan sy.
Bukan tidak ad sayyid yg melamar ttpi hti sy belum yakin,
Pesan sy perbaiki hati, ibadah kita kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mendengar,maha penyayang Allah akan lebih drpd yg kamu minta, ttpi disaat dan waktu yg tepat.
Buang segala kegelisahan dihati, jgn sampai hawa nafsumu menjerumuskan dirimu sendiri.
Sy juga dari kalagan yg sederhana,
Terkadang ada syaitan yg berbisik
"Kenapa harus zuad sm sayyid?dsb"
Subhanallah ketika ad seseorang datang mau melamar dan dr bukan non sayyid hati saya tidak smskli yakin, padahal sebagai seorang laki2 dia memenuhi kriteria.
Tetapi Allah mungkin masih menjaga saya, sampai detik ini.❤
Wallahu'alam😊
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusDan ini juga yang sedang saya hadapi:)
BalasHapusSaat ini say mengalaminya
BalasHapusIntinya gini aja dah untuk para sayyid, antum2 nih para sayyid, PERTAMA, jagalah akhlak kalian seperti akhlak moyang kalian, Rasulullah Saw, agar syarifah jg suka dn senang kpd kalian. Dosa loh kalo kalian nakal, dobel dosanya! Dosa kpd Allah dn dosa memalukan Rasulullah Saw. KEDUA, nikahilah para syarifah agar mereka tidak jadi perawan tua dan agar mereka tidak menikahi akhwal. JANGAN SEBALIKNYA YAH.... UDAH GA PUNYA AKHLAK DAN NIKAH AMA AKHWAL PULA... JANGAN MAU ENAK NYA AJA ANTUM HABIB.... MENTANG2 BOLEH NIKAHIN AKHWAL ( MAAF SEBELUMNYA )
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusAda dilema bagi seorang syarifah. Menikah dengan ahwal, menikah dengan sayyid, dipoligami sayyid, ato tidak menikah sama sekali.
BalasHapusJodoh telah ditulis diatas sana. Entah siapa, dimana, kapan bertemu, dan bagaimana pertemuannya. Jodoh itu ditangan kita. Namun sangat disayangkan jika menikah sama ahwal. Karena apa? Karena ada darah dari Baginda Rasulullah yang mengalir ke anak cucunya. Saya juga seorang syarifah. Dan 3 saudari saya menikah sama ahwal. Salah satunya telah bercerai. Kehidupan pribadi mereka dikatakan kurang baik. Maka dari itu saya lebih baik saya menunggu seorang sayyid. Daripada saya menikah sama ahwal. Karena niat saya dari awal untuk menikah hanya seorang sayyid. Dan Allah pertemukan jodoh saya. Saya sangat bersyukur. Dan untuk poligami menurut saya itu hal lain lagi. Yang penting kehidupn pribadi saya saja didahulukan
sy sbg org biasa.. bgus memperbanyak turunan rasulullah.. dan tentunya anak anak engkau akan bernasab lgsg dgn nabi dan alangkah berkahnya jika di dlm darah anak anakmu kelak ada darah rasulullah.. lbh baik cari sejuriat engkau yaa
BalasHapusassalamualaiku, saya tertarik dengan cerita anda, boleh saya bertanya lebih jauh, apakah sekarang anda sudah menikah, kalau sudah, dengan ahwal atau sayyid?
BalasHapusAsslmkm wr wb..afwan..Ana sayyid yg mendambakan syarifah..dan ana muslim yg menghormati dan menghargai ikhwanul muslimin wal muslimat..syukron bwt antum yg punya blog ini,,semoga di beri nur hidayah oleh Allah Azzawajallah,,dan mendapatkan sakinah mawaddah warrahma wal barqoh..Amiin Allahumma amiin..wslmkm wr wb..
BalasHapusAne org jawa dan ane 1 thun lbih menjalin hubungan sm wanita arab tp non syarifah yg marganya Al Amudy,ane sngat mncintainya,tp smpai detik ini ane msih blm d kenalkan sma aby dan ummikny,dan yg sy tanyakan apakah ane yg bkn keturunan arab alias jawa,bs menikahi perempuan arab....??
BalasHapusKrn trs terang sy mw ibadah bkn hanya pacaran yg bisa menjerumuskan org msuk ke jurang kemaksiatan
Mhon pencerahanya
Sah2 aja sih kalo bukan dgn Syarifah
HapusAssalamualaikum saya juga Syarifah entah saya bingung harus bagaimana saya ingin menikah dengan lelaki selain Sayyid tp jamaah non Sayyid apakah saya salah untuk menentukan pilihan saya sendri kadang saya merasa takut untuk memperkenalkan rejjal jamaah non Sayyid kepada ortu saya takut kedua org tua saya murka saya pun belum zuad bimbang dengan mslh ini tp saya harus nekad saya harus menentukan pilihan saya sendri karna pernikahan hanya sekali seumur hidup belum tentu yg Sayyid lebih mulia drpd non Sayyid 😣😣😣
BalasHapusBelum tentu ahwal lebih baik inget nasab di pertanggung jawab kan
HapusMana hadits yg mengatakan nasab dipertanggung jawabkan?? Bukankah ada bnyak kejadian dizaman para sahabat para Syarifah menikahi kpd selain keturunan Rasul??? Kpd ketika zaman sahabat tidak jdi permasalahan pdhal jelasloh mereka sekelompok yg hidup dizaman nabi hidup dan tentu ilmu agamanya lbh tinggi dari kita lalu knp tidak ada permsalahan dan perdebatan??, justru dizaman skrg semua menjdi fanantik dan berbangga2 bhkan berlebihan sma nasabnya hingga memperdepatkannya pdhal zaman dlu gaada yg gini2 wkwk jg udh jelas ada beberapa diperbolehkannya Syarifah menikah kpd selain Habib lalu knp masih memperdebatkannya???????????..
HapusKami ahwal dan kami umad Rasul lalu apakah kami hina?? Pdhal di sakaratul mautnya baginda keluar dari mulutnya mengucapkan Umati umati umati bkn keluarganya ataupun putrinya Sayyida Fatimah.
Serahkan kepada Allah saja feh
BalasHapusTrus harus gmna? Hahaa... Semua sudah sigariskan...pasrah Aja Mak...hahaa
BalasHapusSegitu mulianya kah SYARIFAH? Kenapa banyak.syarifah di indonesia ga berjilbab dan tutur bahasanya suka bilang bangsat2 . Sungguh ga sopan wkwkw
BalasHapusMemang yang paling mulia di mata Allah itu adalah yang bertaqwa. Seorang dzuriyyat pun belum tentu ia masuk surga kok ��
HapusJika hanya menyalahkan para Sayyid knp tidak menikahi Syarifah yah kan jodoh itu takdirnya Allah,
BalasHapusRasulullah bersabda:
"Wanita itu dipilih krn 4 perkara: Hartanya, keturunan, kecantikan dan agamanya. Maka pilihlah oleh kamu yg paling baik agamanya."
Nah loh jelas diatas Rasulullah menyuruh para kaum adam melihat dan memilih wanita krn agamanya bkn hanya keturunannya, sedangkan dizaman skrg kita liat bnyaknya para wanita (Syarifah) yg dari keturunan mulia itu sndri pacaran, ge berjilbab/hijab, tutur katanya terutama panggilannya kpd sesama tidak di jaga (akhlaknya meleset)...
Bkn salahnya Sayyid jg memilih wanita yg bkn dari satu keturunan dengannya kan diharuskannya krn baiknya agamanya, jadi ga blh dong lngsng memvonis dan menyalahkan mereka yg Sayyid..
Kalo Sayyidnya poligami yaa itukan haknya mereka, knp harus di pandang sebelah mata dgn menentangnya??? Org itu syariat dan Rasulullah, para sahabat, dan para ulama terdahulu smpai skrg jg banyk yg menjalankannya..
Zaman skrg bukan hnya Syarifah yg banyak tpi memang semua wanita akan lebih banyak dari laki2 diakhir zaman, jadi sebagai wanita yaahh ga blh egois lah.
Udah baca jauuuuh, di akhir nemu kata "pacaran". Jujur, sedih. Bagaimana bisa seorang yang mengaku dzuriyyat tapi tidak menjalankan syari'at agama? Pacaran itu kan sesuatu yang di larang dan jelas haram. Memang, keturunan nabi saja tidak menjamin bahwa ia Sholih/ Sholihah. Allahu yahdik.
BalasHapusIkut nyimak .
BalasHapusIkut nyimak + nambah ilmu.
BalasHapusNiatkan saja, jika ahwal ingin menikah dengan syarifah atau sebaliknya. Niatkan bahwa menikah itu untuk ibadah. Selama seagama "islam" insya allah ada jalannyaaa..amiiin. dan untuk urusan akhirat hanya allah yang tau. Soal dipisahkannya kita nanti di padang mahsyar atau fatima menangis itu hanya allah yang tau. Karena belum ada jugakan yang mengalami atau melihatnya. Terus berjuang bro bro dan sista2 yang sedang menjalani hub ahwal dgn syarifah...keepfighting,keeppraying..insya allah diberikan jalan. Niatkan untuk ibadah dan allahta alla.
BalasHapusTidak mengapa seorang syarif menikahkan putrinya dengan orang yang bukan syarif jika memang putrinya tersebut rela. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam menikahkan putri-putri beliau dengan sebagian sahabat yang bukan dari Bani Hasyim. Semisal Utsman bin Affan dan Abul ‘Ash bin Ar Rabi’ radhiallahu’anhum. Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu juga menikahkan putrinya dengan Umar bin Khatab radhiallahu’anhu. Demikian juga Sukainah bin Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib pernah menikah dengan empat orang lelaki yang bukan dari Bani Hasyim. Demikianlah praktek para salaf terdahulu dan hal ini tidak bisa diingkari.
BalasHapusSampai hari ini barulah ada sebagian orang di sebagian negeri yang enggan melakukan hal tersebut, yang karena takabbur (sombong) dan ingin diagungkan, sehingga mereka membatasi calon pengantin putrinya hanya dari kalangan tertentu saja.
Hal ini jelas akan menimbulkan kerusakan dan bahaya yang besar. Cukuplah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan para khulafa ar rasyidin sebagai teladan yang baik bagi kita.
Wabillahi at taufiq.
Sumber: Fatawa Wa Rasail Syaikh Muhammad bin Ibrahim, 10/121
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMENGAPA KETURUNAN NABI MUHAMMAD SAW TIDAK DIABADIKAN DI DALAM AL QURAN?
BalasHapuskenyataan tidak bisa dihindari adanya perbedaan paham dalam memahami sesuatu masalah walau pun diantara mereka ada yang dianggap sebagai dinasti keturunan atau katakanlah dianggap keturunan nabi.
istilah keturunan nabi atau keturunan ahlul bait atau keturunan rasul sekali pun itu di dalam Al Quran tidak dikenal. karena istilah nabi dan rasul itu nama jabatan dan istilah ahlul bait itu sebutan sanjungan malaikat terhadap para nabi ya bukan saja terhadap Nabi Muhammad SAW. jadi, apakah ada keturunan yang berasal dari jabatan seperti sebutan keturunan presiden atau keturunan gubernur atau keturunan bupati dsb.? ya pasti tidak ada.
begitu pula istilah keturunan ahlul bait atau keturunan nabi atau keturunan rasul apa lagi KETURUNAN RASULULLAH, ya memang tidak ada disebut di dalam Al Quran. Bahkan Al Quran menuntun manusia untuk menyebut atau menuliskan sesuatu istilah itu harus benar seperti hal menyebut istilah keturunan ya sabut atau tulislah setelah istilah keturunan sebutlah nama orangnya, KETURUNAN A, KETURUNAN B (simak QS. 19:58).
lalu, apakah ada keturunan pewaris atau pelanjutnya? ya bisa ada dan bisa tidak! contoh di dalam Al Quran jika menyimak QS. 19:58 maka tidak ada sebutan atau tulisan keturunan Nuh yang lain ada keturunan Adam atau keturunan Ibrahim atau keturunan Israel. kenapa tidak ada istilah keturunan Nuh, ya MEMANG ALLAH SWT sendiri yang MEMUTUS NASAB-nya Nabi Nuh As (QS. 11:46) karena itu istilah KETURUNAN NUH tidak di-ABADI-kan di dalam Al Quran.
bagaimana dengan istilah KETURUNAN MUHAMMAD ya juga bernasib sama dengan Nabi Nuh As. tidak ada sang pewarisnya (QS. 6:84 dan 87) ya karena nasabnya juga diputus oleh Allah SWT dengan cara mewafatkan ahlul bait, ketiga anak kandung lelakinya ketika anak beliau masih kecil-kecil alias belum dewasa.
wajarlah jika istilah KETURUNAN MUHAMMAD itu tidaklah diabadikan di dalam Al Quran (QS. 19:58) sehingga otomatis memang tidak ada para pewaris dari keturunannya. jika ada yang mengaku sebagai 'pewaris' keturunan Muhammad ya sulit untuk diterima kebenarannya walau pun mereka ada yang berpendapat dari ahlul bait, Fatimah binti Muhammad.
anak-anak dari Fatimah binti Muhammad dengan suaminya Ali bin Abi Thalib adalah para pewaris keturunan Ali bin Abi Thalib bukan pewaris keturunan Nabi Muhammad SAW (QS. 33:4-5). Jadi Fatimah benar adalah ahlul bait dari Nabi Muhammad SAW tetapi Ali bin Abi Thalib adalah saudara sepupu dan bukan ahlul bait dari Nabi Muhammad SAW.
ketentuan ayat Al Quran di atas didukung dengan hadits Nabi Muhammad SAW:
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ليس مِن رجلٍ ادَّعى لغير أبيه وهو يَعلَمه إلاَّ كفر بالله، ومَن ادَّعى قوماً ليس له فيهم نسبٌ فليتبوَّأ مقعَدَه من النار ))، رواه البخاريُّ (3508)، ومسلم (112)، واللفظ للبخاري
“Tidak ada seorangpun yang mengaku (orang lain) sebagai ayahnya, padahal dia tahu (kalau bukan ayahnya), melainkan telah kufur (nikmat) kepada Allah. Orang yang mengaku-ngaku keturunan dari sebuah kaum, padahal bukan, maka siapkanlah tempat duduknya di neraka” (HR. Bukhari dan Muslim).
hikmah terbesar dari ketidakadaan dari pewaris keturunan Muhammad SAW adalah mereka para pewaris itu tidak akan mampu menjaga kesucian dan kemuliaan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul Allah dan penutup para nabi (QS. 33:40). dalah satu contoh sederhana adanya mereka yang mengaku sebagai keturunan nabi ini:
“CUCU NABI MUHAMMAD ‘MURTAD !-THE GRANDSON OF THE PROPHET MUHAMMAD APOSTATIZED !!
https://www.youtube.com/watch?v=vTBWNDn9Lo8&t=308s